Dalam agribisnis, limbah peternakan merupakan bahan andalan pemenuhan kebutuhan pupuk. Limbah yang berpotensi tersebut dihasilkan dari usaha peternakan ayam terutama berupa feses ayam dan bau yang kurang sedap serta air buangan.

Namun, karena pengelolaannya yang belum memadai maka sebagian besar limbah peternakan justru masih menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan. Lalu, tindakan seperti apa yang harus dilakukan? Haruskah langsung dijual atau dapat diolah lagi?

Dampak Limbah Feses Ayam

Dampak negatif yang ditimbulkan usaha peternakan ayam terutama berasal dari feses yang dapat menimbulkan gas yang berbau dan memicu kedatangan lalat. Saat adanya penumpukan feses atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, nitrit dan gas sulfida. Gas-gas tersebutlah yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991).

Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan feses yang masih basah. Senyawa tersebut dapat tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil. Untuk amonia, kadar terendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Pada level 20 ppm, amonia bisa mengakibatkan siliostasis (terhentinya gerakan silia atau bulu getar) dan desiliosis (kerusakan silia), dan akhirnya merusak mukosa saluran pernapasan merupakan gerbang pertahanan pertama yang dimiliki ayam. Akibatnya, ayam mudah terserang penyakit pernapasan. Pada manusia, amonia dapat menyebabkan iritasi mata serta gangguan pernapasan.

Beberapa peternakan bahkan terancam ditutup karena masalah bau amonia yang memicu ketidaknyamanan. Akibat lainnya yaitu dapat memicu banyak lalat berdatangan. Di satu sisi, sebenarnya kerja larva lalat sangat berperan membantu proses pembusukan dan penguraian feses. Bahkan dari salah satu literatur disebutkan sejumlah 20 juta larva lalat mampu mengurai 1 ton feses dalam satu hari (Rojo, 2011).

Namun di sisi lain, dampak negatif akan muncul ketika berjuta-juta larva berkembang dan berubah wujud menjadi lalat dewasa. Lalat di farm tersebut berkembangbiak, yang akhirnya mengganggu aktivitas ayam maupun operator kandang menyebabkan feses basah dan meninggalkan bercak hitam pada kandang serta telur unggas (Dewi, 2006). Secara tidak langsung meningkatkan kasus penyakit karena lalat berperan sebagai vektor mekanik maupun biologik beberapa bibit penyakit seperti AI, salmonellosis, koksidiosis, cacing pita, dan ND. Adanya pulvilli (kuku kaki berbulu), labella (alat penghisap) dan sejumlah bulu-bulu halus pada seluruh bagian tubuhnya memungkinkan lalat berperan sebagai penyebar bibit penyakit (Levine, 1990).

 

Penanganan Limbah Feses Ayam

Penanganan feses ternak secara baik perlu dilakukan agar tidak menyebabkan bau yang menyengat, feses masih kering dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya:

  1. Menjaga feses tetap kering

    Beberapa hal yang perlu kita perhatikan agar feses tetap kering dan berfungsi optimal antara lain:

    1. Penambahan sekam baru

      Di peternakan broiler, apabila sekam/litter sudah terlanjur ada yang menggumpal karena feses atau basah namun jumlahnya sedikit, maka sekam bisa dipilah dan dikeluarkan dari kandang. Sedangkan apabila jumlah sekam yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih baik tambah sekam baru hingga yang menggumpal tidak nampak.

    2. Penggunaan kapur

      Pada peternakan ayam, kapur dapat digunakan untuk membersihkan lantai kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau dari kotoran ayam. Komposisi utama dari batuan kapur yang dipakai adalah CaCO3 dan MgCO3. Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran amonia ke udara, juga pupuk yang dihasilkan akan mengandung nitrogen yang cukup tinggi, karena tidak banyak nitrogen yang hilang sebagai amonia.

    3. Pembasmian lalat

      Penanganan selanjutnya yaitu pembasmian lalat dewasa dengan memberikan insektisida. Untuk membasmi lalat yang sudah banyak berkeliaran di sekitar tumpukan feses, bisa digunakan insektisida yang diaplikasikan lewat metode spray (semprot) dan tabur, seperti Delatrin dan Flytox. Perlu diperhatikan untuk metode spraying, bila penyemprotan dilakukan asal-asalan, maka tidak semua lalat mati dan lama-kelamaan akan resisten terhadap insektisida tersebut.

    4. Karena itu, disarankan spraying dilakukan waktu petang karena pada saat itu lalat mulai istirahat dan terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu. Sementara pada aplikasi tabur, perhatikan titik-titik lokasi dimana lalat biasa hinggap di lorong dan bawah kandang, sehingga obat tabur bisa diletakkan di lokasi tersebut.

  2. Mengurangi bau amonia di kandang

Peternak dapat menekan amonia pada level serendah mungkin. Beberapa tindakan yang bisa dilaksanakan untuk mengurangi atau menurunkan kadar amonia dalam kandang ayam, beberapa tindakan diantaranya:

  1. Pembersihan feses

    Mengangkat feses ayam di bawah kandang secara berkala tiap 1-3 hari sekali. Sedangkan untuk kandang postal tiap 1 minggu sekali. Pastikan pengangkatan feses dilakukan secara bersih sempurna untuk mencegah agar tidak ada larva/pupa lalat yang tersisa. Hindari menyimpan berkarung-karung feses di dekat kandang karena lama-kelamaan larva lalat akan berkembang di dalamnya sehingga suatu saat peternak harus mengeluarkan feses karungan tadi untuk dijemur ulang kembali. Selain itu, feses yang ditumpuk di bawah/samping kandang bisa menjadi sumber penularan penyakit. Secara umum, feses kering lebih menguntungkan bagi peternak ketimbang feses basah. feses kering mudah/ringan saat dikeruk/dibersihkan. Hal ini tentu akan meringankan pekerjaan pegawai kandang. 

     

  2. Pengunaan pengikat amonia

    Untuk mengurangi konsentrasi gas amonia yang mampu menurunkan kualitas tersebut dengan cara pemberian Ammotrol. Amonia yang diproduksi di dalam saluran pencernaan maupun yang ada di kotoran bisa diikat dengan baik sehingga tidak menguap dan mencemari udara kandang.

 

Pemanfaatan Limbah Feses Ayam

Feses ayam, sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai pupuk di bidang pertanian. Sudah dibuktikan bahwa feses ternak merupakan pupuk yang cocok dan baik untuk kesuburan tanah pertanian.

  1. Limbah ayakan

Feses kandang yang sudah disaring atau diayak, biasanya memiliki harga jual per karung sedikit lebih tinggi daripada feses kandang biasa. Harga jualnya berkisar Rp250- 300/kg. Jadi prosesnya, feses ayam yang kasar digiling terlebih dahulu baru kemudian diayak. feses kandang hasil ayakan ini bisa langsung digunakan menjadi pupuk dengan ditebar di sawah atau ladang karena strukturnya lebih halus.

  1. Pupuk bokashi

Bentuk olahan limbah feses ayam selanjutnya adalah pupuk bokashi. Pupuk bokashi merupakan pupuk kompos yang dibuat dengan cara fermentasi selama kurang lebih 1 minggu. Limbah feses ayam yang digunakan di sini sebaiknya feses ayam murni/kandungan sekamnya sedikit dan belum dikeringkan.

Perlu diingat, kontrol suhu fermentasi hingga maksimal 45oC. Apabila melebihi suhu tersebut, aduk campuran dengan cangkul agar suhunya turun. Setelah 1 minggu, buka karung goni dan kering anginkan pupuk selama 3-4 hari dan pupuk bokashi pun siap digunakan (epetani.pertanian.go.id). Harga jual pupuk bokashi ini rata-rata Rp1000/kg.

  1. Biogas

Biogas terbentuk dari hasil penguraian feses hewan oleh mikroorganisme yang terdiri atas karbondioksida (30-40%), hidrogen (1-5%), metana (50-70%), uap air (0,3%), nitrogen (1-2%), dan hidrogen sulfat (endapan). Gas metana sebagai komponen terbesar dapat dimanfaatkan untuk memasak dan pemanas brooding.

Feses ayam diketahui memiliki kandungan zat kimia yang tinggi sehingga membutuhkan perhatian khusus ketika dibuat biogas. Terlepas dari itu, feses ayam juga mengandung lebih banyak nitrogen sehingga dapat menghasilkan gas metana lebih banyak. Prinsip utama pembuatan biogas ialah menggunakan tabung biodigester kedap udara. Untuk teknis pembuatannya, peternak dapat melakukan konsultasi kepada dinas terkait, lembaga penelitian, atau perguruan tinggi di daerah masing-masing.

Salah satu manfaat yang dihasilkan dari pengolahan biogas ini yaitu dari satu unit biodigester mengolah feses yang berasal dari 1000 ekor ayam tersebut nantinya akan dihasilkan gas metana yang bisa menggantikan pemakaian 3-4 tabung gas rumah tangga ukuran 12 kg. Manfaat lainnya yaitu dengan biodigester ini maka pupuk organik yang dihasilkan tersebut tidak memerlukan pengolahan apa-apa lagi, seperti proses fermentasi dan lain sebagainya. Limbah biodigester yang dihasilkan ini sama sekali tidak berwujud feses lagi, tidak bau, dan tidak panas sehingga disukai para petani.

 

Idealnya program penanganan limbah feses ini tak hanya diterapkan intra-farm (dalam satu peternakan), tetapi juga mencakup intern-farm (antar peternakan dalam satu kawasan) sehingga pengendaliannya terpadu. Untuk itu, tidak ada salahnya jika mengajak kerjasama farm lain yang berdekatan untuk sama-sama menerapkan program penanganan limbah yang terintegrasi. Salam. 

Pengelolaan Limbah Feses Ayam Terpadu
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin