Air merupakan hal yang sangat esensial bagi makhluk hidup termasuk ayam. Air berperan dalam mempertahankan fungsi fisiologi agar tetap berjalan baik. Fungsi fisiologis tersebut diantaranya adalah untuk pencernaan dan penyerapan nutrisi dimana juga berperan dalam mendukung fungsi enzim dan pengangkutan nutrisi, untuk thermoregulasi, pelumas sendi dan organ, pengeluaran sisa metabolisme serta menjadi komponen utama dalam darah dan jaringan.
Sekitar 70-85% berat badan ayam adalah air (Aviagen, 2025). Konsumsi air pada ayam dua kali lipat dari feed intake atau bahkan lebih pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi. Apabila konsumsi air (water intake) menurun maka akan sangat berdampak signifikan pada ayam. Jumlah water intake harus seimbang dengan jumlah air yang dikeluarkan (water loss) agar tidak terjadi dehidrasi. 20-30% air yang dikonsumsi ayam akan keluar bersama feses dan urin. Air juga digunakan pada proses evaporasi pada ayam. Normalnya 12% air hilang karena proses evaporasi dan bisa meningkat hingga 50% ketika suhu meningkat.
Standar Kualitas Air yang Baik
Tidak hanya jumlah volume atau kuantitas dari konsumsi air, kualitas air minum pada peternakan ayam juga memiliki peran penting pada performa, produktivitas dan kesehatan ayam. Kualitas air yang buruk dapat memicu kejadian penyakit baik infeksius maupun non infeksius di ayam (Umar et al., 2014). Untuk memahami kualitas air yang baik dapat mengamati Tabel 1 berikut terkait standar kualitas air yang baik untuk peternakan ayam. Parameter kualitas air dikelompokkan menjadi tiga; fisik, kimia dan biologi.

Bagaimana Kualitas Air di Indonesia?

Berdasarkan data pengujian kualitas air di Laboratorium Medion tahun 2025 (Graphic 1), masih ditemui kualitas air di peternakan ayam yang tidak sesuai dengan standar. Parameter kualitas air dengan persentase ketidaksesuaian empat tertinggi secara berurutan adalah kejernihan, E. Coli infection, coliform dan kesadahan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya kualitas fisik, kualitas kimia dan biologi juga masih ditemukan yang tidak sesuai standar.

Kualitas air yang buruk dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya berasal dari sumber air dengan kualitas yang buruk. Sumber air peternakan umumnya berasal dari sumur bor. Untuk memastikan sumur bor mendapat kualitas air yang baik maka perlu memperhatikan lokasinya, yakni jauh dari sumber pencemaran seperti tempat pembuangan feses, dan dengan kedalaman 30-50m tergantung dari lokasi peternakan. Kontaminasi bakteri pada sumur bor akan berkurang pada kedalaman >30m (Susantho, 2022).
Sebagian besar kontaminan organik dalam air tanah berasal dari aktivitas antropogenik (Raza et al., 2017). Kontaminan organik ini erat kaitannya dengan cemaran kotoran manusia, hewan dan sumber lain. Cemaran ini terjadi ketika kotoran hasil produksi ternak terkena limpasan permukaan saat hujan dan masuk ke air tanah. Oleh karena itu, tingkat cemaran air meningkat ketika musim hujan.

Indonesia memiliki dua musim, kemarau dan penghujan. Prakiraan hujan BMKG (Gambar 2) pada akhir tahun ini menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami curah hujan tinggi. Hal ini dapat menjadi pengingat untuk meningkatkan kewaspadaaan terkait manajemen pemeliharaan di musim hujan.
Peningkatan kewaspadaan peternak di musim hujan ditunjukkan juga pada kewaspadaan terhadap kualitas air yang menurun. Hal ini dibuktikan dari tren jumlah pengujian kualitas air yang meningkat pada akhir tahun selama tiga tahun terakhir (Graphic 2). Uji kualitas air direkomendasikan dilakukan ketika awal membuka sumur baru, ketika pergantian musim atau ketika musim penghujan dan saat awal periode pemeliharaan. Ketika terjadi permasalahan kesehatan serta performa ayam di kandang juga dapat dipertimbangkan untuk melakukan uji kualitas air.

Dampak Kualitas Air yang Buruk
1. Keberhasilan vaksinasi
Sudah tidak asing vaksin diberikan untuk memberikan kekebalan dan perlindungan penyakit dari dalam. Beberapa vaksin aktif diaplikasikan dengan dicampur air minum sehingga kualitas air minum juga berperan pada keberhasilan vaksinasi. Pada parameter kualitas air yang menunjukkan pH tinggi (basa), tingkat kesadahan tinggi, kadar klorida (Cl) tinggi, kadar besi tinggi atau kadar nitrat yang tinggi mampu memengaruhi efektivitas vaksin aktif. Standar pH air minum yang baik berkisar antara 6.5-8.5. Air minum dengan pH rendah (asam) dapat menyebabkan perlukaan di saluran cerna ayam dan korosi pada saluran airnya. Sedangkan pada air dengan pH tinggi (basa) dapat menjadi faktor pendukung berkembangnya mikroorganisme yang secara tidak langsung akan meningkatkan risiko penularan penyakit. Ketika pH air tidak sesuai range tersebut maka akan berdampak menurunkan efektivitas dari vaksin dan desinfektan, efikasi klorin, water intake, serta penurunan pada penyerapan mineral dan berdampak juga pada kualitas kerabang (Farooq et al., 2025).
2. Gangguan produksi
Decline water intake dapat disebabkan karena ketidaksesuaian pada parameter fisik, pH yang basa, tingginya tingkat kesadahan air minum atau kadar besi tinggi. Penurunan water intake akan menyebabkan ayam dehidrasi dan berimbas pada penurunan feed intake. Ketika total dissolved solids (TDS) yang merupakan jumlah total dari seluruh mineral, garam, logam dan zat organik yang terkandung dalam air >3000ppm dapat meningkatkan mortalitas (Cobb, 2021). Pada ayam layer, kualitas air yang buruk juga berperan pada kualitas kerabang termasuk pembentukan dan pewarnaan kerabang. Hal ini berkaitan dengan air yang menjadi nutrisi dimana mengandung mineral seperti kalsium, magnesium dan besi.
3. Predisposisi suatu penyakit

Banyak penyakit viral, bakterial dan parasit yang penularannya melalui air minum. Colibacillosis, salmonellosis dan kolera merupakan tiga penyakit bakterial yang dapat menular melalui air minum. Pada penyakit viral, penyakit ND, IB dan AI dapat menular melalui air minum. Selain itu, parasit protozoa Eimeria penyebab koksidiosis dan Histomonas penyebab Histomoniasis juga dapat menular pada air yang terkontaminasi (do Amaral, 2004).
Penyakit yang sangat erat kaitannya dengan air minum adalah colibacillosis. Pada rangking penyakit broiler selama tiga tahun terakhir colibacillosis menduduki peringkat 3 (Graphics 3) sedangkan pada rangking penyakit layer pada peringkat 5 (Graphics 4 and Graphics 5).
Infection E.bra dapat ditemui dengan berbagai macam bentuk diantaranya omphalitis, selulitis, salpingitis, peritonitis, coliseptikemia maupun coligranuloma. Penularan horizontal colibacillosis ini dapat terjadi ketika manajemen ventilasi dan sirkulasi udara kurang baik; adanya kontaminasi pada pakan, air dan telur; adanya penyakit lain (infeksi sekunder); atau dapat terjadi akibat kepadatan tinggi (Khairullah et al., 2024). Manajemen ventilasi yang kurang baik akan memicu radang hingga lesi pada organ pernafasan yang nantinya akan menjadi celah untuk bakteri E. Coli infection ini masuk. Selanjutnya air minum memegang peran yang besar pada penyebaran colibacillosis di kandang ketika air minum sudah terkontaminasi bakteri E. Coli infection. Air dengan kualitas baik ditunjukkan dengan hasil 0 pada parameter biologi E.bra dan Salmonella.


4. Keberhasilan pengobatan
Penanganan infeksi bakteri seperti colibacillosis adalah dengan diberikan antibiotik baik via injeksi ataupun via air minum. Beberapa golongan antibiotik sensitif terhadap kualitas air minum. Seperti golongan tetracycline dan fluoroquinolone ketika dicampur dengan air yang memiliki kadar kalsium atau magnesium tinggi (kesadahan tinggi) akan membentuk senyawa yang tidak larut air.
Kesadahan air dipengaruhi oleh lokasi geografis suatu wilayah. Air dengan kesadahan tinggi umumnya ditemui pada kondisi wilayah yang memiliki banyak batuan kapur. Air yang melintasi batuan kapur tersebut akan melarutkan dan membawa unsur kalsium dan magnesium yang kemudian menyebabkan kadarnya tinggi di air minum. Selain kesadahan, kadar besi yang tinggi, pH terlalu asam maupun basa juga bisa menurunkan efektivitas dari antibiotik secara umum. Kesadahan dan pH air dapat mempengaruhi daya kerja desinfektan golongan quats (Medisep and Zaldes) dan iodine (Antisep and Neo Antisep).
Ancaman Biofilm setelah Pengobatan via Air Minum
Setelah pemberian obat dan vitamin via air minum perlu diperhatikan terkait flushing in the water channel. Flushing dilakukan setiap selesai pemberian obat atau vitamin. Hal tersebut untuk meminimalisir terjadinya biofilm. Biofilm merupakan akumulasi mikroorganisme yang menempel di permukaan basah atau tertutup (seperti tempat minum, bak air, pipa air) dan membentuk lapisan tipis berlendir yang mengandung protein dan polisakarida. Selain dapat dipicu oleh tidak adanya flushing setelah pemberian obat dan vitamin, pembentukan biofilm juga bisa dipicu oleh pipa yang terpapar panas matahari terus menerus serta kandungan nitrit yang tinggi dalam air. Nitrit yang tinggi erat kaitannya dengan kontaminasi organik di air.
Lapisan lendir pada pipa air muncul secara normal karena pertumbuhan alga dan mikroba lainnya termasuk E.Col. Proses pembentukan biofilm diawali dari bakteri yang terbawa dalam air menempel pada dinding pipa. Bakteri tersebut kemudian melekat pada pipa dan berkumpul membentuk biofilm. Biofilm yang sudah besar nantinya akan pecah dan menyebarkan kembali bakteri yang lebih banyak.

Jika tidak segera diatasi, biofilm ini bisa menyebabkan penyumbatan pada nipple drinker atau pipa saluran air, tempat persembunyian mikroba patogen dari desinfektan (karena relatif sulit ditembus oleh desinfektan) serta dapat menurunkan efektivitas obat-obatan, vaksinasi dan vitamin yang diberikan via air minum.
Mengatasi Permasalahan Kualitas Air Minum
Permasalahan kualitas air yang belum sesuai standar berpengaruh pada berbagai aspek di peternakan ayam. Tidak hanya berpengaruh pada performa dan kesehatan ayam tapi juga berpengaruh pada serangkaian operasional di peternakan termasuk pelaksanaan desinfeksi rutin. Penggunaan water treatment plant (WTP) membantu mengolah air baku menjadi layak minum untuk ayam. WTP mampu menjaga kualitas air minum sesuai standar dan meminimalkan resiko kontaminasi di air minum. Selain itu dapat melakukan beberapa hal berikut untuk mengontrol dan mengatasi kualitas air minum di peternakan ayam.
a. Uji kualitas air
Salah satu upaya dalam pencegahan dan penanganan pemasalahan kualitas air yang buruk adalah dengan melakukan uji kualitas air. Dengan melakukan uji kualitas air kita dapat mengetahui parameter mana saja pada air minum di peternakan ayam yang belum sesuai. Sampel uji kualitas air dapat diambil dari sumber air, tandon atau toren dan dari nipple atau talang air. Dengan begitu dapat diamati dan dievaluasi ketidaksesuaian kualitas air minum di peternakan terletak pada titik mana untuk selanjutnya dilakukan penanganan.
b. Penanganan permasalahan kualitas air tiap parameter
Apabila pada parameter fisik belum sesuai dari tingkat kejernihan, warna dan bau maka dapat diatasi dengan filtrasi atau penyaringan. Metode lain yang dapat dilakuakan adalah memberikan tawas dengan dosis 2.5gram tiap 20 liter air pada toren penampung air minum.
Saat ditemukan ketidaksesuaian parameter kimia pada hasil uji kualitas air, penanganan akan menyesuaikan pada parameter mana yang belum sesuai. Seperti pada parameter pH air yang tidak sesuai baik lebih rendah (asam) atau lebih tinggi (basa) dari rentang standar dapat diberikan Netrabil untuk menetralkan pH. Netrabil diberikan dengan dosis 5 gram per liter air. Netrabil dapat diberikan juga ketika mendapati tingkat kesadahan pada air tinggi. Sedangkan apabila hasil uji kualitas air menunjukkan kadar besi lebih tinggi dibandingkan dengan standarnya dapat diberikan Medimilk. Medimilk berfungsi sebagai stabilisator air minum dari adanya logam berat (termasuk Fe) pada air minum. Medimilk diberikan pada dosis 10gram per 5 liter air kemudian diamkan selama 30 menit.
Ketidaksesuaian dengan standar pada parameter biologi menunjukkan tingginya kontaminan atau cemaran mikroba (Coliform, E.coli and Salmonella) pada air minum. Penanganan yang dapat dilakukan pada kondisi air minum tersebut adalah dengan melakukan desinfeksi. Desinfeksi air minum dapat menggunakan Desinsep dengan dosis 30ml per 1000L air. Sebelum digunakan untuk melarutkan obat dan vitamin, air minum yang sudah dicampur Desinsep perlu diendapkan selama 6-8 jam. Kemudian setelah selesai pemberian baik obat, vitamin maupun vaksin via air minum, lakukan flushing pada saluran air minum untuk mencegah terbentuknya biofilm. Tidak kalah penting sumber cemaran mikroba penyebab ketidaksesuaian pada parameter biologi juga harus diatasi .
c. Memberantas biofilm
Dalam upaya memberantas biofilm dapat diawali dengan meminimalisir faktor-faktor yang memicu tumbuh dan berkembangnya biofilm. Segera flushing ketika selesai pemberian obat, vitamin maupun vaksin via air minum. Flushing dilakukan dengan air bertekanan tinggi (1,5-3 bar).
Biofilm juga dapat dicegah dengan penggunaan gelombang ultrasonik dengan pemasangan perangkat Harsonic. Harsonic akan memancarkan gelombang ultrasonic yang akan meluruhkan biofilm di pipa dan saluran air serta mencegah biofilm tumbuh kembali.
Metode lain yang dapat digunakan untuk meluruhkan biofilm adalah dengan melakukan flushing yang dikombinasi dengan zat kimia. Zat aktif yang dapat digunakan adalah hidrogen peroksida atau asam sitrat. Hidrogen peroksida (H₂O₂) bekerja dengan merusak struktur mikroorganisme di dalam biofilm dan menghancurkan matriks pelindungnya melalui oksidasi. H₂O₂ melepaskan oksigen kemudian menyerang dinding sel, membran dan DNA dari mikroorganisme dan menyebabkan kematian pada mikroorganisme pembentuk biofilm the.

Bioflush merupakan desinfektan spektrum luas serta efektif dalam melawan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan spora. Bioflush memiliki efektivitas 2.22x lebih tinggi dibanding koefisien fenol. Meskipun Bioflush efektif dalam membasmi biofilm, Bioflush aman digunakan pada kandang isi dan memiliki tingkat iritasi rendah pada ternak dan kulit manusia serta aman pada peralatan kandang yang terbuat dari logam/besi. Bioflush tidak mempengaruhi bau, rasa, dan warna pada air minum.
Dosage Bioflush menyesuaikan tujuan pemberantasan biofilm pada kandang isi atau kandang kosong serta tingkat keparahan biofilm itu sendiri. Berikut dosis Bioflush :
- Ringan (kandang isi) dapat menggunakan dosis 10ml/100L air dan dapat ditingkatkan hingga 20ml/100L air minum
- Parah (kandang kosong) menggunakan dosis 1-3L yang dilarutkan tiap 100L air dan dibiarkan selama 12-24 jam kemudian bilas dengan air bersih.
Kualitas air yang buruk dapat berasal dari sumber air dan/atau manajemen watering system yang kurang baik. Kualitas air yang buruk ini akan berpengaruh pada keberhasilan vaksinasi, memicu adanya gangguan produksi serta penyakit, menjadi media penyebaran penyakit serta mempengaruhi kerja obat dan desinfektan. Sedangkan pemberian obat tanpa flushing setelahnya dapat memicu pembentukan biofilm yang akan memperburuk kualitas air minum. Penanganan kualitas air perlu dievaluasi dan diperbaiki secara komprehensif dari hulu hingga manajemen operasionalnya di kandang.
