Penyakit parasit adalah salah satu ancaman serius yang harus dihadapi di peternakan ayam komersial. Hal ini karena meskipun penyakit parasit jarang menyebabkan kematian tinggi, namun tetap menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Dalam bentuk lambatnya akan menghambat pertumbuhan bobot badan pada ayam pedaging dan penurunan produksi telur pada ayam petelur. Berikut uraian masing-masing penyakit parasit yang menyerang peternakan di Indonesia dan cara mengobatinya.

Kasus Penyakit Parasit di Indonesia

Berdasarkan data yang telah dirangkum oleh tim Technical Education and Consultation Medion, penyakit parasit baik endoparasit dan ektoparasit masih ditemukan setiap tahunnya. Tren penyakit parasit unggas dari tahun-tahun sebelumnya pada ayam pedaging atau ayam petelur didominasi oleh endoparasit.

Di Indonesia, serangan parasit pada ayam dapat ditemukan kasusnya sepanjang tahun, dengan akumulasi kasus lebih dominan terjadi di musim penghujan dan pancaroba (pergantian cuaca) (lihat Grafik 1). Pada ayam pedaging kasus parasit yang sering terjadi adalah koksidiosis akibat protozoa Eimeria sp. Sedangkan, kasus ektoparasit dan cacingan di ayam pedaging tidak terlalu banyak terjadi (Grafik 2). Pada ayam petelur, kasus cacingan masih mendominasi tinggi yang paling sering terjadi. Kemudian, terjadi peningkatan kasus ektoparasit (infestasi kutu) di ayam petelur dari tahun-tahun sebelumnya (Grafik 3).

Edit foto_ranti (29.7 x 21 cm) – 1

Beragam Parasit yang Menyerang Ayam

Seperti yang kita ketahui bahwa jenis parasit yang menyerang ayam terdiri dari endoparasit dan ektoparasit. Protozoa dan cacing merupakan endoparasit yang sering menginfeksi ayam. Sedangkan ektoparasit terdiri dari kutu, caplak, tungau dan pinjal. Protozoa sendiri menimbulkan dua kasus infeksi, yaitu koksidiosis dan leucocytozoonosis, dimana masing-masing kasus disebabkan oleh agen protozoa yang berbeda.

  • Koksidiosis

Penyakit koksidiosis atau yang biasa dikenal peternak dengan berak darah, merupakan penyakit parasit yang kasus kejadiannya paling tinggi di peternakan dan menimbulkan dampak cukup besar.

Koksidiosis disebabkan oleh parasit protozoa Eimeria sp. yang menyerang saluran pencernaan (usus dan usus buntu). Sedikitnya terdapat 7 spesies yang menyebabkan sakit pada ayam yaitu E. tenella, E. necratix, E. acervulina, E. maxima, E. brunetti, E. mitis, dan E. praecox. Eimeria yang menyerang saluran pencernaan, kemudian bermultiplikasi dan akhirnya merusak jaringan epitelium usus.

Kerusakan tersebut berdampak lebih lanjut dengan terjadinya gangguan cerna serta gangguan absorpsi/penyerapan nutrisi ransum. Pada akhirnya efisiensi ransum akan menurun, pertumbuhan ayam terhambat, berat badan tidak seragam, produksi telur menurun dan bahkan timbul kematian serta gangguan pembentukan kekebalan atau immunosuppressant.

Jaringan limfoid GALT di sepanjang saluran pencernaan menghasilkan antibodi (IgA), dimana IgA tersebut akan terakumulasi di dalam darah. Kerusakan mukosa usus akan mengakibatkan keluarnya plasma dan sel darah merah sehingga kadar IgA, sebagai benteng pertahanan di lapisan permukaan usus pun menurun. Sehingga pembentukan antibodi terganggu dan lebih rentan terinfeksi penyakit lain.

Penyakit ini menyerang saluran pencernaan bagian usus halus dan sekum dan lebih sering menyerang ayam pedaging pada umur 2-3 minggu. Berbagai masalah yang menjadi pemicu infeksi Eimeria sp. diantaranya akibat tata laksana pemeliharaan yang tidak optimal. Kandang yang terlalu padat dan sanitasi jelek juga semakin meningkatkan resiko serangan penyakit ini. Jika suhu di dalam kandang rendah dan kelembapan tinggi atau kondisi litter sangat lembap, ookista yang bersporulasi di lingkungan dapat bertahan selama berbulan-bulan. Oleh karena itu sangat penting menjaga kualitas litter agar tetap kering. Penularan koksidiosis dari ayam sakit ke ayam yang sehat dapat terjadi melalui ransum/air minum dan litter atau peralatan lain yang tercemar ookista.

Tanda-tanda ayam yang terserang koksidiosis akan terlihat mengantuk, sayap terkulai ke bawah, bulu kasar (tidak mengkilat), nafsu makan rendah (anorexia) dan feses encer bercampur darah. Gejala pada tahap awal akan menyebabkan produksi daging dan telur ayam menurun, sedangkan pada tahap akut bisa menyebabkan kematian yang cukup tinggi.

Setiap spesies Eimeria mempunyai predileksi (tempat kesukaan, red) tertentu dalam usus ayam, sehingga luka yang ditimbulkan juga akan berbeda-beda. Contohnya E. tenella yang “hobi” menempati usus buntu/sekum di mana sekum akan membesar berisi darah. Infeksi E. maxima menyebabkan feses mengandung eksudat kental berwarna kemerahan dan bercampur bintik-bintik darah. Sedangkan spesies Eimeria lainnya menimbulkan kelainan berupa penebalan dinding usus yang disertai peradangan kataralis (bernanah) sampai hemorrhagic (berdarah).

Ayam yang terserang koksidiosis bisa diobati dengan pemberian obat seperti Toltradex, Koksidex, atau Amprosid. Untuk mencegah terjadinya resistensi, sebaiknya lakukan pula rolling pemberian obat koksidiosis. Jangan memberikan antikoksidia bersamaan dengan produk yang mengandung vitamin B atau asam amino karena vitamin B merupakan nutrisi Eimeria sp, sehingga penggunaannya akan memperparah infeksi. Medion juga telah mengembangkan produk antikoksidia herbal yaitu Fithera yang dapat digunakan sebagai antibakteria maupun antikoksidia.

  • Malaria/Malaria Like

Kasus malaria pada ayam bisa disebabkan oleh dua agen protozoa yaitu Leucocytozoon sp. (penyebab kasus malaria-like) dan Plasmodium sp. (penyebab kasus malaria unggas).

Malaria like atau yang lebih tepat disebut leucocytozoonosis, adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Leucocytozoon sp. yang hidup di jaringan maupun sel-sel darah. Leucocytozoonosis ditularkan oleh vektor lalat hitam (Simulium sp.) dan nyamuk Culicoides sp. Kedua serangga tersebut bertindak sebagai vektor dan menginfeksi ayam sehat melalui gigitan. Dimana perkembangan seksual pertama parasit terjadi di dalam tubuh vektor. Selanjutnya, dari gigitan vektor inilah yang harus diwaspadai peternak karena sporozoite yang masuk ke tubuh ayam akan mulai berkembang dan merusak sel-sel darah. Genangan air merupakan media ideal bagi perkembangbiakan nyamuk dan serangga lain. Maka tak heran apabila saat musim pancaroba atau musim hujan, serangan leucocytozoonosis seringkali muncul.

Meskipun kasus penyakit ini lebih sering ditemukan pada peternakan ayam pedaging, bukan berarti peternakan ayam petelur luput dari serangan. Gejala klinis leucocytozoonosis antara lain munculnya bintik-bintik merah di bawah kulit dan otot serta feses berwarna kehijauan. Ayam terlihat lesu, menggigil kedinginan dan bahkan mengalami muntah darah. Tingkat kematiannya pada anak ayam 7-50%, sedangkan pada ayam dewasa sekitar 2-60%. Contoh obat yang bisa digunakan untuk mengobati leucocytozoonosis adalah Maladex, Antikoksi, atau Erysuprim (pilih salah satu dan gunakan sesuai aturan pakai).

  • Cacingan

Penyakit parasit yang juga cukup tinggi kejadiannya di peternakan ialah cacingan. Sulitnya deteksi dini kasus cacingan disinyalir menjadi alasan mengapa penanganan cacingan sulit dilakukan sejak awal kejadian kasus.

Jenis cacing yang cukup sering terjadi pada ayam adalah Ascaridia sp.(cacing gilig), Railietina sp. (cacing pita), dan yang sedang merebak baru-baru ini yaitu cacing Acanthocephala sp.. Cacing-cacing tersebut termasuk cacing yang biasa ditemukan di usus halus. Secara detail, penjelasan lebih lengkap mengenai serangan baru cacing Acanthocephala pada ayam juga akan dibahas pada artikel suplemen edisi kali ini.

Ayam yang terinfeksi cacing gilig akan mengeluarkan telur cacing dalam jumlah banyak. Kondisi litter yang basah serta lembap, ditambah dengan kontaminasi ransum yang tercecer, akan memungkinkan telur cacing berkembang menjadi telur infektif. Telur infektif adalah telur yang mengandung larva cacing.

Berbeda halnya dengan cacing gilig, siklus hidup cacing pita umumnya melewati inang antara seperti serangga (lalat dan kumbang), serta cacing tanah. Karena peran inang antara itu pula yang menjadikan cacing pita mudah tersebar luas. Telur yang keluar bersama feses akan bersifat aktif di lingkungan, sehingga kemudian dapat termakan dan berkembang di dalam tubuh inang antara.

Di lapangan, penyakit cacingan lebih sering menyerang ayam petelur dibanding ayam pedaging. Selain itu, ayam petelur muda juga lebih rentan diinfeksi cacing dibandingkan dengan ayam petelur yang sudah produksi/tua.

Pada kasus cacingan, gejala klinis baru akan terlihat jika infestasi cacing sudah cukup berat. Misalnya ayam terlihat pucat, diare, nafsu makan berkurang, terjadi penurunan produksi telur, dan ditemukan adanya cacing dewasa pada feses atau di dalam usus ayam. Dengan mempertimbangkan kondisi ini, maka mengendalikan cacing melalui program pencegahan adalah salah satu pilihan bijak yang bisa diambil peternak, terutama bagi peternak yang ayam peliharaannya sering terserang cacingan.

  • Ektoparasit

Parasit luar/eksternal pada ayam umumnya tidak menimbulkan kematian tetapi secara ekonomi merugikan. Parasit luar akan mengisap darah ayam dan menimbulkan kegatalan sehingga mengganggu pertumbuhan dan produksi telur. Penyakit kutuan (karena infestasi oleh kutu, caplak, pinjal atau tungau) yang sangat parah dapat menurunkan produksi telur sampai 20%. Kasus ektoparasit sendiri pada ayam pedaging jarang terjadi karena ayam dipanen pada umur 5-6 minggu. Sebaliknya ektoparasit, terutama kutu bisa menjadi musuh utama bagi peternak yang memelihara ayam petelur dengan kondisi manajemen kandang yang kurang bagus.

Kasus serangan ektoparasit relatif mudah untuk diketahui dengan memperhatikan beberapa gejala yang muncul. Contohnya ayam terlihat tidak tenang, terus mencakar, kurus, bulu kusam, kehilangan nafsu makan dan seringkali mematuki bulu serta tubuhnya.

Penanganan utama untuk membunuh ektoparasit seperti kutu, caplak, pinjal, tungau ialah dengan menggunakan obat anti kutu. Contohnya produk yang bisa digunakan yaitu Kututox atau Kututox-S. Untuk Kututox-S diaplikasikan secara spray dalam kandang kosong yang tertutup lalu didiamkan selama 3 jam. Untuk kandang yang berisi, dapat ditaburkan Kututox di depan celah-celah kayu yang diduga adalah sarang kutu.

Pencegahan dan Pengendalian

Setelah kita mengetahui parasit apa saja yang biasa menginfeksi ayam, berikutnya kita wajib melakukan program pencegahan dan pengendalian. Berikut tindakan pengendalian yang bisa kita terapkan:

  • Penerapan biosecurity yang baik
  1. Dalam mengurangi bibit penyakit yang ada di sekitar ayam, penuhi terlebih dahulu manajemen istirahat kandang yang dilakukan minimal selama 2 minggu dihitung setelah kandang sudah dalam keadaan bersih dan didesinfeksi.
  2. Perhatikan kondisi sekitar kandang agar tidak lembap, hindari hal-hal yang dapat menyebabkan litter basah seperti air minum tumpah atau kandang bocor.
  3. Melakukan sanitasi kandang (menggunakan Antisep, Zaldes, Formades atau Sporades) dan peralatannya. Batasi jumlah tamu yang masuk ke areal kandang, mencegah hewan liar dan hewan peliharaan masuk ke lingkungan kandang dll.Peralatan peternakan (tempat ransum, tempat minum, dll) dicuci sampai bersih. Rendam minimal 30 menit dalam Medisep.
  4. Lakukan pembersihan feses minimal seminggu sekali. Hal ini didasarkan pada daur hidup lalat yaitu 7-10 hari. Upayakan pembersihan feses lebih sering saat musim hujan agar feses tidak basah. Untuk nyamuk, dapat dilakukan tindakan mencegah genangan air yang terbuka misalnya menutup bak penampungan air, ember dan sebagainya.
  5. Lakukan pula pemotongan rumput liar, penguburan barang-barang/kaleng-kaleng bekas dan pembersihan selokan. Hindari genangan air dan bersihkan semak-semak yang ada di sekitar kandang.
  • Ciptakan suasana nyaman bagi ayam. Hindarkan ayam dari stres dengan memperhatikan suhu, kelembapan, sirkulasi udara, kadar amonia dan kepadatan di dalam kandang, serta menerapkan sistem all in all out.
  • Penggunaan kipas pada kandang ayam juga dapat membantu menekan populasi serangga.
  • Penambahan kapur gamping di dalam dan sekitar lingkungan kandang. Kapur berguna untuk mencegah terjadinya koksidiosis yang biasa terjadi pada ayam di umur ≥ 3 minggu, karena koksidia (penyebab koksidiosis) tidak tahan terhadap panas yang dihasilkan kapur. Litter juga perlu ditambahkan kapur terlebih dahulu pada lantai tanah, lalu ditumpuk dengan sekam. Kapur tersebut berfungsi membantu menyerap air sehingga litter menjadi lebih kering.
  • Lakukan manajemen litter dengan pembolak-balikkan untuk mencegah litter basah. Gunakan suplemen yang dapat mengontrol kadar amonia dalam kandang (Ammotrol).
  • Basmi inang antara seperti lalat dengan menggunakan Delatrin, Larvatox atau Flytox. Sedangkan nyamuk, kumbang, siput, maupun cacing tanah bisa dengan insektisida khusus. Hindari kontak langsung antara insektisida dengan air minum, ransum atau ayam karena bersifat racun.
  • Lakukan pengulangan pemberian obat cacing mulai umur 1 bulan, kemudian pengulangan secara rutin setiap 3 bulan untuk membasmi cacing secara tuntas, mulai dari telur, larva, hingga cacing dewasa.
  • Untuk ektoparasit, lakukan inspeksi teratur minimal 2 minggu sekali pada kandang terhadap ada atau tidaknya infestasi ektoparasit.
  • Berikan ransum yang berkualitas dengan nutrisi yang lengkap setiap harinya. Kontrol pemberian pakan secara rutin untuk memastikan ayam mendapat pakan sesuai kebutuhan. Berikan juga feed additive herbal Optigrin yang dapat ditambahkan ke dalam pakan untuk menjaga kesehatan usus.
  • Berikan vitamin pada ayam seperti Fortevit, Aminovit, Strong n Fit dan Vita Stress untuk menambah stamina dan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

Pemeriksaan Laboratorium

Tanda-tanda gejala klinis dan hasil bedah bangkai yang diperlihatkan pada kasus murni parasit, komplikasi dan beberapa kasus penyakit lain seringkali mirip, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memantapkan diagnosa.

Dengan mantapnya diagnosa maka bisa dengan tepat menentukan program pengobatan. Uji laboratorium bisa dilakukan di MediLab (Laboratorium Medion) yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. MediLab menyediakan 2 macam uji parasit yaitu:

  • Uji feses

Uji feses bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing secara kualitatif (jenis telur cacingnya) dan secara kuantitatif (jumlah telur cacing tiap garm feses). Pemeriksaan feses hendaknya dilakukan secara rutin, yaitu 2-3 bulan sekali untuk mendeteksi infestasi cacing stadium awal yang seringkali tidak menunjukkan gejala klinis. Dapat dilakukan pada kasus ringan maupun parah dengan melihat keberadaan telur cacing pada feses.

  • Uji parasit darah

Uji ini berguna untuk mendeteksi adanya parasit protozoa penyebab malaria atau leucocytozoonosis yang terdapat di dalam darah unggas. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk adanya sporozoit Leucocytozoon sp. atau Plasmodium sp.

Parasit memang bukan sembarang penyebab penyakit. Namun parasit mampu melipatkan kerugian yang terjadi di peternakan sehingga kita perlu cermat dalam pencegahannya. Salam.

Lawan Penyakit Parasit yang Menyerang Ayam

Produk Unggulan

x
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin