Kebijakan pemerintah mengenai larangan penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP) atau antibiotik pemacu pertumbuhan dalam ransum sudah berlangsung sejak awal 2018. Beberapa peternak melaporkan tidak terjadi perubahan produksi setelah kebijakan tersebut diberlakukan. Tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang melaporkan bahwa sejak diberlakukannya pelarangan AGP membuat performa broiler (ayam pedaging) menurun.

Larangan penggunaan AGP juga membuat seluruh produsen pakan mencoba berbagai alternatif pengganti AGP agar kerugian akibat adanya pelarangan tersebut dapat teratasi. Sebenarnya cukup banyak bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti AGP. Beberapa alternatif pengganti AGP diantaranya seperti probiotik, prebiotik, asam organik, minyak esensial (essential oil), fitobiotik (herbal) dan berbagai jenis enzim. Disisi lain, pelarangan penggunaan AGP ini menjadikan peternak harus semakin fokus pada berbagai tindakan perbaikan dalam manajemen pemeliharaan. Sehingga pengaruh negatif terhadap performa broiler dapat kita tekan seminimal mungkin.

Perketat Biosekuriti

Pada dasarnya setiap makhluk hidup, termasuk ayam, memiliki sistem pertahanan tubuh alami melalui kerja beberapa organ di dalam tubuhnya. Meski begitu, kita sebagai peternak juga harus mengembangkan sistem pertahanan di luar tubuh ayam. Jika ayam sakit maka hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan antara bibit penyakit, lingkungan dan hospes (ayam). Hal ini bisa terjadi karena meningkatnya jumlah bibit penyakit di lingkungan atau menurunnya daya tahan tubuh ayam akibat perubahan lingkungan seperti perubahan cuaca yang ekstrem. Maka untuk meminimalkan jumlah bibit penyakit dan mencegah ayam terinfeksi, peternak harus dapat menerapkan biosekuriti secara optimal sebagai sistem perlindungan dari luar disamping melakukan vaksinasi.

Manajemen pemeliharaan dengan diterapkannya biosekuriti secara ketat merupakan perpaduan tepat sebagai kunci sukses pemeliharaan ayam. Biaya yang dikeluarkan untuk pencegahan pun akan lebih murah dibandingkan dengan biaya pengobatan/penanganan saat terlanjur terjadi serangan penyakit.

Penerapan biosekuriti yang paling umum dilakukan peternak adalah sanitasi kandang dengan menyemprot desinfektan. Namun apakah ini cukup untuk menekan bibit penyakit di lingkungan peternakan maupun kandang? Tentu saja tidak. Secara harfiah, biosekuriti diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melindungi makhluk hidup dari bibit penyakit. Dalam usaha budidaya ayam, biosekuriti sebagai upaya untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit menular ke dalam maupun keluar lingkungan peternakan. Oleh karena itu, penerapan biosekuriti harus secara menyeluruh, terus menerus dan dinamis untuk menjaga ayam agar terhindar dari bibit penyakit. Tentunya sistem biosekuriti tidak akan berjalan secara efektif tanpa melibatkan masyarakat peternakan seperti pemilik, manager, pekerja atau pegawai kandang serta seluruh pengunjung peternakan tersebut.

Meskipun cakupan biosekuriti sendiri sangat luas, paling tidak ada 2 poin penting biosekuriti yang bisa diterapkan sejak awal persiapan kandang, yaitu pelaksanaan istirahat kandang minimal 14 hari (dihitung dari waktu kandang selesai dibersihkan), serta melakukan desinfeksi kandang yang tepat dan sempurna.

Optimalkan Kesehatan Pencernaan Ayam

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa AGP dapat meningkatkan performa broiler. Mekanisme kerjanya dengan cara menekan perkembangan mikroorganisme yang merugikan di dalam saluran pencernaan ternak sehingga absorbsi nutrisi lebih efisien. Prinsipnya keseimbangan populasi bakteri dalam saluran pencernaan (eubiosis) hanya dapat dicapai apabila komposisi antara bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus sp. dan yang merugikan seperti Clostridium setidaknya 80% berbanding 20% (Philip, 1993). Oleh karena itu, ketika AGP dilarang maka kita harus berusaha mempertahankan kondisi usus agar tetap seimbang.

Kesehatan saluran pencernaan dan nutrisi nantinya akan saling berkaitan satu sama lain. Saluran pencernaan merupakan organ-organ yang berperan dalam menerima ransum, mencerna, menyerap nutrisi, serta mengeluarkan sisa ransum yang tidak terserap. Pemanfaatan nutrisi ransum tersebut hanya dapat dicapai secara optimal jika saluran pencernaan dalam keadaan sehat.

Kondisi optimum dari saluran pencernaan dapat digambarkan sebagai keadaan utuh dari struktur dan fungsinya atau sederhananya kondisi maksimal dari fungsi saluran pencernaan dalam mencerna dan menyerap nutrisi ransum. Manajemen dan formulasi ransumlah yang dapat mempengaruhi efek kerja dari saluran pencernaan. Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai saluran pencernaan ayam berfungsi dengan baik adalah:

  • Kecernaan dan penyerapan nutrisi ransum yang baik

  • Bau feses yang dihasilkan minimal

  • Kejadian ayam sakit atau mati akibat gangguan pencernaan sangat rendah

  • Feed convertion ratio (FCR) sesuai standar

Bukan hanya sebagai tempat penyerapan nutrisi, saluran pencernaan juga merupakan tempat sistem kekebalan dibentuk. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kesehatannya dalam menjaga sistem kerja jaringan Gut-Associated Lymphoid Tissue (GALT). GALT merupakan bagian dari jaringan limfoid yang berfungsi sebagai tempat respon kekebalan mukosa untuk menghasilkan antibodi dan menerima rangsangan respon imun mukosal (Marsetyawan, 1993). Sehingga ayam mampu menghasilkan antibodi untuk menangkal penyakit.

Unggas memiliki jumlah vili usus yang lebih banyak dengan kemampuan melakukan regenerasi sel epitel yang tinggi (48-96 jam), dan respon yang sangat cepat terhadap adanya peradangan. Hal ini pula yang membuat unggas lebih peka terhadap gangguan fungsi saluran pencernaan dalam kapasitas menyerap nutrisi ransum.

Beberapa kriteria saluran pencernaan unggas yang sehat yaitu vili usus yang panjang dan keutuhan saluran pencernaan. Vili usus merupakan bentukan seperti jari-jari di seluruh bagian usus yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan (nutrisi) yang menjulur dari dasar usus ke arah lumen (rongga) usus dimana makanan dicerna dan diserap dari sana. Maka pada prinsipnya, vili yang semakin panjang dan/atau lebar akan meningkatkan area penyerapan nutrisi pada usus sehingga penyerapan nutrisi lebih optimal.

Vili usus yang rusak akan menurunkan kemampuan usus untuk menyerap nutrisi. Banyak faktor yang mempengaruhi kerusakan vili usus seperti gangguan sistem kekebalan primer di pencernaan, keseimbangan mikroflora usus dan tantangan penyakit pencernaan. Beberapa penyakit bakterial dan parasit yang berdampak pada gangguan pencernaan diantaranya Necrotic Enteritis (NE), Koksidiosis dan Colibacillosis.

Manajemen Awal agar Performa Optimal

Pada ayam broiler, masa brooding ialah masa pemeliharaan dari DOC (chick in) hingga umur 14 hari (atau hingga pemanas tidak digunakan). Baik tidaknya performa ayam dimasa selanjutnya seringkali ditentukan dari bagaimana pemeliharaan di masa brooding. Secara garis besar dalam periode ini peternak dituntut untuk bisa menciptakan tempat dan kondisi yang nyaman bagi DOC sebagai langkah awal untuk mencapai performa yang optimal.

Sesaat setelah anak ayam menetas hingga mendapatkan nutrisi pertama kali, merupakan periode kritis dalam memicu pertumbuhan yang baik bagi DOC broiler. Meskipun setelah ditetaskan DOC masih memiliki sisa kuning telur yang berfungsi sebagai sumber energi, namun pemberian ransum segera setelah DOC datang tetap penting untuk dilakukan. Tidak hanya untuk memberikan energi, namun untuk mempercepat penyerapan kuning telur dan memicu perkembangan saluran pencernaan, sehingga pertambahan bobot badan awal dan daging dada yang dihasilkan lebih tinggi.

Pada masa ini ayam akan mengalami pertumbuhan sangat pesat dan mencakup semua organ yang berperan bagi produktivitas ayam. Hampir semua ransum yang terkonsumsi dialokasikan untuk pertumbuhan. Hal ini terlihat dari tingkat FCR yang mencapai 1,03 dengan pertumbuhan bobot badan broiler akhir minggu pertama mencapai > 190 gram atau 4-5 kali bobot badan awal (saat DOC).

Untuk memunculkan potensi genetik broiler yang luar biasa ini tentu diperlukan perhatian ekstra. Meski demikian, kadang peternak tidak menyadari hal tersebut sehingga terjadi kelalaian, diantaranya:

  • Kandang belum siap saat penerimaan DOC (chick in)

    Kondisi ini terjadi terutama jika masa istirahat (kosong kandang) yang diberlakukan terlalu singkat, sehingga peternak belum sempat melakukan pembersihan kandang atau peralatan secara menyeluruh. Jika hal ini terjadi, maka DOC tidak akan segera mendapat tempat tinggal yang nyaman dan tingginya tantangan penyakit.

  • Kandang brooding terlalu padat

    Dengan alasan efisiensi, kandang brooding diisi dengan jumlah ayam melebihi kapasitas. Akibatnya terjadi persaingan antar anak ayam dalam mendapatkan ransum, minum, dan udara bersih.

  • Ayam kepanasan atau kedinginan

    Dengan anggapan bahwa anak ayam harus mendapat suhu yang optimal, maka tak jarang peternak terus menerus menyalakan banyak pemanas meski anak ayam sudah agak besar. Alhasil anak ayam justru mengalami kepanasan dan stres. Kasus lain, yaitu kondisi kedinginan biasanya terjadi akibat peternak terlalu menghemat penggunaan pemanas. Misalnya kapasitas satu pemanas untuk menghangatkan 1.000 ekor anak ayam, namun digunakan untuk lebih dari 1.000 ekor.

  • Kandang pengap

    Kasus lainnya, karena alasan takut kedinginan, ada peternak yang menutup tirai secara total tanpa memberikan celah ventilasi sama sekali. Padahal hal ini tidak baik karena udara bersih (oksigen, red) di dalam kandang akan berkurang dan udara kotor (karbondioksida, red) meningkat. Ditambah dengan manajemen litter yang tidak baik sehingga gas amonia ikut meningkat.

  • Kurangnya pengecekan secara berkala

    Peternak akan mengetahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak ayam yang dipelihara berjalan optimal jika peternak rajin mengecek kondisi anak ayam. Apakah pemanas cukup, apakah feed intake (konsumsi) masuk, dll. Namun kadang hal-hal seperti ini masih dikesampingkan.

  • Kejadian-kejadian tersebut harus diperbaiki dan kita cegah agar performa ayam optimal. Bagaimana cara mencegahnya agar masa kritis anak ayam bisa dilewati dengan baik? Berikut poin penting yang harus dilakukan:

Saat chick in, peternak wajib menyediakan nutrisi dan lingkungan yang baik, seperti berikut:

  • Nutrisi

    Berikan Gingertol 2 ml/liter air minum terlebih dahulu selama 2-3 jam pertama setelah chick in untuk mengganti energi yang hilang dari tubuh ayam dengan segera. Ada baiknya air minum dalam kondisi hangat (20-24°C). Hal ini untuk mencegah cold shock atau ayam trauma meminum air karena suhu air terlalu dingin.

    Bersamaan dengan itu, berikan pula ransum. Selain sebagai sumber nutrisi, pemberian ransum dini akan memacu perkembangan vili dan pemanjangan usus. Pemberian yang sedikit demi sedikit akan lebih baik daripada sekaligus dalam satu kali pemberian. Daya tampung tembolok DOC yang terbatas dan terjaganya kesegaran ransum adalah alasan anjuran tersebut sehingga nafsu makan ayam tetap tinggi. Keuntungan lain saat memberi ransum yaitu peternak bisa sekaligus mengontrol kondisi ayam. Berikan air minum biasa setelah Gingertol habis atau 1-2 jam setelah chick in. Akan lebih baik, jika air tersebut ditambah Vita Chick atau Imustim sehingga perkembangan tubuh ayam lebih optimal. Kandungan multivitamin dalam Vita Chick berperan dalam mendukung dan meningkatkan pertumbuhan anak ayam. Sedangkan pemberian Imustim bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh melalui peningkatan senyawa yang berperan dalam melawan zat asing yang menyerang tubuh ayam. Jika kondisi anak ayam jelek (seperti kaki kering, bulu kusam dan sebagainya) berikan Neo Meditril atau Fithera untuk meminimalkan resiko kasus penyakit bakterial (Korisa, CRD, Colibacillosis) dan protozoa (Koksidiosis) pada ayam broiler.

    Lakukan pemeriksaan konsumsi ransum dan air minum, 2-3 jam setelah pemberian ransum pertama melalui perabaan tembolok. Konsumsi ransum dikatakan baik jika minimal 75% sampel DOC teraba kenyal dan lunak yang mengindikasikan bahwa ayam sudah mengonsumsi cukup ransum dan juga air minum. Jika perlu, peternak dapat melakukan pemeriksaan kembali 24 jam setelah pemberian ransum dengan indikator 95-100% tembolok ayam harus teraba kenyal dan lunak. Tembolok yang keras menunjukkan bahwa ayam tidak cukup mengonsumsi air minum atau bahkan mengonsumsi sekam (litter). Tetapi jika tembolok berisi air, diduga ayam terlalu banyak mengonsumsi air namun tidak dengan ransum. Jika tidak mencapai 95-100%, peternak wajib mengevaluasi manajemen chick in misalnya kualitas fisik dan kandungan nutrisi ransum, kenyamanan kandang, jumlah tempat ransum ayam (TRA), tempat minum ayam (TMA) dan sebagainya.

  • Modifikasi Lingkungan

    Pada 1-3 jam setelah chick in, lakukan pemeriksaan suhu litter apakah sudah nyaman atau belum. Salah satu teknik mendeteksinya ialah melihat kondisi kaki DOC. Jika litter terlalu panas, kaki DOC akan kemerahan dan terlihat pecah-pecah terutama di kuku dan telapak kaki.

    DOC yang mengalami hal ini biasanya akan berkumpul jauh dari brooder. Suhu kandang brooder ideal berkisar antara 31-33°C (Lohman Manual Guide, 2010). Sebaliknya jika litter terlalu dingin, kaki DOC akan teraba dingin (dibanding suhu tubuh kita). Konsumsi ransum dari DOC yang kedinginan atau kepanasan juga akan menurun karena DOC cenderung diam dan meringkuk.

  • Kesehatan

    Hal yang tidak kalah penting setelah ayam chick in ialah memperhatikan faktor kesehatan. Sebaiknya lakukan pengukuran titer antibodi maternal. Antibodi maternal merupakan antibodi yang diwariskan dari induk ayam kepada anaknya. Uji serologis untuk mengukur antibodi maternal bisa dilakukan ketika DOC. Pengukuran yang sering dilakukan ialah uji titer antibodi maternal Gumboro. Gambaran antibodi maternal ini bermanfaat untuk memprediksi kapan waktu yang tepat untuk vaksinasi Gumboro pertama dilakukan. Uji titer antibodi maternal tersebut bisa dilakukan di Laboratorium Medion (Medilab).

    Pertumbuhan awal yang baik menjadikan sistem pencernaan berkembang baik dan dapat mengurangi resiko berkembangnya mikroba patogen yang tidak dikehendaki. Selain itu, kualitas dan kecukupan ransum yang sesuai dengan kebutuhan ayam juga akan membantu perkembangan sistem pencernaan sehingga menghasilkan performa optimal.

Ransum yang Bernutrisi

Komposisi ransum juga dapat mempengaruhi perkembangan mikroba dalam usus. Kandungan nutrisi yang tidak ideal dalam formulasi akan mempengaruhi penyerapan nutrisi dan kesehatan usus. Kelebihan nutrisi seperti protein akan dimanfaatkan oleh bakteri dalam usus sehingga dapat menyebabkan infeksi penyakit seperti Necrotic Enteritis (NE).

Zat antinutrisi dalam ransum juga perlu kita perhatikan. Misalnya Non Starch polysaccharides (NSP) yang diketahui mengikat banyak nutrisi penting dalam ransum dan menyebabkan peningkatan viskositas dalam usus yang mengurangi efektivitas enzim endogenus dan memperlambat pergerakan ransum. Permasalahan pada ransum yang lain adalah mikotoksin. Ayam pedaging yang mengonsumsi ransum terkontaminasi mikotoksin terbukti pertumbuhannya terhambat.

Kualitas ransum harus dijaga mulai dari proses pemilihan bahan baku sampai dengan penyimpanan di gudang. Karena kerusakan dan pencemaran nutrisi dapat terjadi pada seluruh proses tersebut. Penambahan enzim maupun toxin binder bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas ransum.

Monitoring Kualitas Air Minum

Ayam mampu bertahan 15-20 hari tanpa ransum, namun tanpa air 2-3 hari saja ayam bisa mati. Pada kisaran suhu 21°C, ayam modern saat ini akan minum 1,8-2 kali lebih banyak dibanding makan. Konsumsi air minum ini akan meningkat seiring perubahan kondisi lingkungan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi air minum yaitu suhu lingkungan (konsumsi air minum meningkat 7% untuk setiap kenaikan suhu 1°C suhu lingkungan diatas 21°C), kesegaran air minum, suhu air (ideal 22-24°C), rasio tempat minum dan populasi ayam, kualitas air dan status kesehatan ayam.

Konsumsi air minum ayam dapat menjadi indikasi kesehatan ayam atau baik/buruknya praktek manajemen pemeliharaan. Ketika konsumsi air minum ayam turun, maka kita harus segera mengevaluasi kemungkinan penyebabnya. Beberapa diantaranya yaitu ayam sedang terinfeksi suatu penyakit, kondisi lingkungan kandang terlalu dingin, jumlah dan distribusi tempat minum yang tidak merata, tempat minum ayam kotor, kualitas air jelek terutama terlihat dari fisik air (kejernihan dan warna air), dll.

Begitu pentingnya air bagi pencapaian performa ayam. Maka dari itu, sudah saatnya kita mulai menyadari bahwa kualitas air perlu diperhatikan dengan baik. Oleh karena itu, lakukan pemeriksaan air secara rutin untuk mencegah timbulnya masalah yang lebih besar di peternakan. Serta lebih memperhatikan kebersihan peralatan pendukung suplai air minum ayam. Dengan kedua hal tersebut, didukung dengan treatment air sesuai permasalahan yang terjadi semoga performa ayam optimal.

Vaksinasi yang Tepat untuk Produktivitas Maksimal

Dalam usaha peternakan unggas, masalah penyakit harus selalu diwaspadai karena akan merugikan peternak. Keberadaan penyakit dapat menurunkan produktivitas dan dapat menyebabkan kematian. Mencegah bibit penyakit masuk ke lingkungan peternakan dan ke dalam tubuh ternak merupakan cara ampuh yang dapat dilakukan. Yakni dengan cara biosekuriti dan vaksinasi yang ketat.

Tujuan vaksinasi adalah menggertak pembentukan kekebalan/antibodi dari dalam tubuh untuk mencegah adanya infeksi penyakit. Vaksin yang wajib diberikan untuk ayam broiler yaitu vaksin ND, IB, Gumboro, dan AI. Agar hasil vaksinasi optimal, beberapa faktor yang perlu kita perhatikan yakni metode vaksinasi, seperti program vaksinasi dan teknik vaksinasinya. Namun perlu didukung dengan kualitas vaksin yang digunakan, kondisi ayam, pelaksana/operator dan pengelolaan lingkungan yang baik.

Evaluasi Pemeliharaan

Dalam suatu pemeliharaan perlu dilakukan pencatatan atau recording. Recording ini berfungsi sebagai “detektif” dalam mengevaluasi keberhasilan suatu usaha peternakan dan mengetahui penyimpangan dalam manajemen yang dilakukan. Banyak peternak yang masih mengabaikan recording ini sehingga ketika terjadi suatu kasus akan sulit untuk menganalisis dan penyebab dan solusi untuk periode berikutnya.

Monitoring juga penting dilakukan untuk melakukan pencegahan sebelum penyakit masuk dan menginfeksi ke dalam suatu peternakan. Karena biaya yang dikeluarkan untuk pencegahan lebih sedikit dibandingkan dengan pengobatan. Hal yang harus tercatat dengan baik dalam recording diantaranya adalah populasi, jumlah pemberian ransum, deplesi (penyusutan), bobot badan, dan program kesehatan.

Berdasarkan ulasan di atas, maka adanya pelarangan penggunaan AGP dalam ransum memberikan konsekuensi tersendiri. Oleh karena itu, kita harus melakukan perbaikan pada beberapa faktor, agar performa ayam optimal. Apabila kita tidak melakukannya maka performa ayam tidak dapat dicapai sesuai target, cost yang dikeluarkan untuk ransum semakin meningkat, dan akhirnya keuntungan dari pemeliharaan tidak bisa maksimal. Salam.

Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan di Era Non AGP

Produk Unggulan

x
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin