Ayam merupakan salah satu hewan ternak yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani di masa mendatang. Produk asal hewan tersebut baik berupa daging, telur ataupun kulitnya dapat diolah menjadi makanan yang enak dan bergizi. Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI), komoditi unggas (daging dan telur ayam) merupakan bahan komoditas penting dan sumber pangan hewani strategis. Jika diamati perkembangannya selama lima tahun terakhir (2018-2022), perkembangan produksi daging ayam ras pedaging di Indonesia masih berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Rata-rata pertumbuhannya sebesar 2,94% per tahun. Produksi telur ayam ras pada periode yang sama juga mengalami pertumbuhan sebesar 3,80% tiap tahun. Prediksi peningkatan kebutuhan pangan hewani tersebut akan terus meningkat seiring pertambahan populasi penduduk (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian).

Komoditi unggas seperti daging dan telur ayam adalah sumber protein yang memiliki kandungan asam amino esensial lebih lengkap dan harga terjangkau bagi masyarakat. Untuk mewujudkan bahan pangan hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH), ayam tentunya harus melalui tahapan budidaya ternak. Bahkan kesehatannya harus dijaga sejak mulai dari kandang hingga sampai ke tingkat konsumen. Meskipun banyak dikonsumsi, nyatanya ayam dikategorikan sebagai makanan yang berpotensi membahayakan manusia jika tidak bisa ditangani dengan baik. Agar ayam berkualitas, aman, dan layak konsumsi, maka perlu penerapan Safe from Farm to Table atau praktik penanganan yang aman dan benar dari peternakan sampai dikonsumsi oleh manusia.

Sehingga perlu adanya pengaturan oleh pemerintah mulai praproduksi yang berkaitan dengan bibit yaitu penerapan Good Breeding Practices (GBP). Kemudian penggunaan pakan yang harus melalui Good Manufacturing Practices (GMP). Dalam penggunaan obat-obatan dan vaksin, juga menggunakan obat hewan yang sudah menerapkan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB). Sedangkan dalam proses produksi/budidaya ayam juga sebaiknya menerapkan Good Farming Practices (GFP). Good Farming Practices sendiri adalah tatalaksana peternakan yang meliputi segala aktivitas teknis dan higienis dalam hal pemeliharaan sehari-hari, cara dan sistem pemberian pakan, sanitasi, serta pencegahan dan pengobatan penyakit (FAO & OIE, 2009).

Tantangan Dunia Perunggasan

Salah satu tantangan dunia perunggasan yang tidak pernah ada hentinya adalah penyakit. Hal ini tentunya akan berdampak pada kesehatan, performa dan kualitas serta keamanan produksi hasil ternak. Baik daging ataupun telur yang tidak diolah dengan aman dan benar akan sangat berisiko mengancam kesehatan manusia. Menurut data dari Medion Disease Incidence (Grafik 1), penyakit yang sering mengancam peternakan ayam broiler mulai dari penyakit bakterial, parasit, viral, fungi (jamur) dan lainnya. Tren pergerakan kasusnya pun diperkirakan akan naik di Mei dan Juni mendatang. Hal yang sama juga terjadi pada ayam layer (Grafik 2) dengan pola kejadian dan tren pergerakan kasus penyakit yang mirip dengan tahun sebelumnya.

Dengan melihat fakta tersebut tentunya menjadi kewaspadaan bersama akan pentingnya penerapan budidaya yang baik mulai praproduksi hingga produk unggas tersebut sampai ke tingkat konsumen. Termasuk tatalaksana pencegahan dan pengobatan penyakit yang harus diperhatikan dalam rangkaian proses produksi di peternakan ayam.

Tantangan lain yang dihadapi oleh dunia perunggasan adalah isu resistensi antimikroba. Hal ini terjadi akibat penggunaan obat antimikroba yang tidak sesuai dengan anjuran dan dilakukan secara terus-menerus. Sehingga menyebabkan mikroba kebal atau resisten terhadap obat yang diberikan.

Melihat fakta bahwa tujuan penggunaan antimikroba di Indonesia ternyata cukup beragam. Ada yang menggunakan antimikroba sebagai cleaning program, growth promoter dan medikasi. Sesuai aturan pemerintah Indonesia, tujuan penggunaan antimikroba yang tepat adalah medikasi. Tujuan penggunaan antimikroba untuk pencegahan seperti cleaning program dan growth promoter sudah dilarang sejak tahun 2018.

Meskipun demikian, menurut Survey of Antimicrobial Use (AMU) tahun 2017-2022, penggunaan antimikroba untuk tujuan pencegahan dan growth promoter masih dilakukan oleh peternak di Indonesia. Hal initentunya menjadi perhatian dunia terhadap ancaman resistensi antimikroba yang dapat terjadi secara terus-menerus dan dampak bagi kesehatan manusia. Produk unggas yang dikonsumsi oleh manusia jika berasal dari ternak yang sakit dan dalam masa pengobatan, tentu dapat berisiko menimbulkan adanya residu di dalam tubuh manusia. Sehingga hal ini sangat berdampak pada keseimbangan konsep One Health terutama dalam proses pengobatan penyakit pada manusia. Kesehatan lingkungan, hewan dan manusia harus selaras melalui penerapan program pencegahan dan pengobatan penyakit yang strategis.

Memilih Obat Berkualitas

Obat dapat berasal dari bahan kimia/sintetik atau alami/herbal. Bedanya, obat yang berasal dari herbal memiliki keunggulan lebih aman, tidak menimbulkan residu dan minimum risiko resistensi. Obat sebagai bahan alternatif untuk menyembuhkan penyakit hewan harus digunakan secara tepat dan bijak. Jenis obat-obatan yang beredar meliputi antibiotik, anthelmintik, antiprotozoa dan antijamur. Agar penggunaan obat tersebut bisa dikatakan bijak, maka sebagai peternak sebaiknya memberikan obat hanya pada saat ternak sakit untuk tujuan medikasi. Obat yang digunakan pun harus berkualitas. Berikut ini cara memilih obat berkualitas:

  • Pengembangan produk berdasarkan kajian ilmiah untuk mendapatkan formula terbaik
  • Proses produksinya sesuai persyaratan mutu dan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB)
  • Bukti ilmiah melalui pengujian efektivitas produk secara in vitro dan in vivo
  • Memiliki nomor registrasi/izin edar dari Kementan RI yang membuktikan bahwa produk tersebut memiliki khasiat, mutu, dan aman digunakan
  • Selain digunakan, produk juga diakui dan terbukti bermanfaat bagi peternak

Pengobatan Harus Tepat dan Bijak

Program kesehatan dalam suatu peternakan meliputi program vaksinasi, sanitasi dan desinfeksi, pengobatan/medikasi dan vitamin serta herbal harus disusun dengan baik guna menunjang keberhasilan dalam beternak ayam. Termasuk jenis obat yang digunakan, dosis dan aplikasi serta aturan pakainya harus tepat sesuai rekomendasi produsen dan dokter hewan/tenaga kesehatan. Secara umum prinsip pengobatan meliputi:

  • Jenis obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa penyakit
  • Obat harus mampu mencapai organ target
  • Obat harus tersedia dalam kadar atau dosis yang cukup
  • Obat harus tersedia dalam waktu yang cukup

Untuk memperoleh hasil pengobatan yang optimal sebaiknya menggunakan dosis berdasarkan berat badan ayam, aplikasi dan lama pemberian obat sesuai anjuran. Waktu pemberian obat seperti antibiotik (Neo Meditril/Rofotyl) atau antiprotozoa (Toltradex/Amprosid) saat diaplikasikan secara oral atau via air minum sebaiknya dilakukan dua kali sehari dengan lama pemberian masing-masing 4-6 jam. Hal ini bertujuan supaya hasil pengobatan lebih optimal. Jika peternak ingin mendapatkan hasil pengobatan lebih cepat, maka dapat memilih jenis obat (antibiotik) injeksi seperti Gentamin/Tinolin injeksi/Lincomed-LA. Perhatikan juga penggunaan obat injeksi secara tepat dan bijak sesuai anjuran.

Obat akan memberikan efek pengobatan jika kadar obat di dalam darah atau tubuh ternak sudah mencapai level Minimum Effective Concentration (MEC) dan di bawah level Maximum Toxic Concentration (MTC). Sehingga sangat penting memperhatikan dosis, aturan pakai dan informasi penting lainnya yang tertera pada leaflet obat. Selain itu, perhatikan juga kualitas air sebagai media pelarut obat. Pastikan kualitas fisik, kimia dan biologi sesuai standar untuk mengoptimalkan kinerja obat. Karena kualitas air yang bermasalah dapat menurunkan kinerja obat, vitamin, herbal maupun vaksin yang diberikan via air minum.

Upaya Mencegah Resistensi Antimikroba

Pengobatan yang dilakukan secara tepat dan bijak mampu meminimalkan risiko terjadinya resistensi antimikroba. Selain itu, untuk mencegah resistensi antimikroba dapat menggunakan produk herbal seperti Fithera sebagai alternatif pengobatan atau melakukan rolling antimikroba secara periodik setiap 3-4 kali periode pengobatan. Rolling dilakukan pada jenis zat aktif dari golongan antimikroba yang berbeda. Lakukan uji resistensi antimikroba atau Antimicrobial Susceptibility Test sebagai alternatif untuk memastikan obat yang digunakan oleh peternak sudah resisten atau masih sensitif. Lakukan secara berkala untuk menentukan pilihan jenis zat aktif obat yang akan digunakan. Sehingga keberhasilan dalam pengendalian penyakit dapat berjalan sesuai harapan.

Pentingnya Mengobati Ayam secara Tepat dan Bijak
Tagged on:                 
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin