Infectious Laryngotracheitis (ILT) menjadi salah satu penyakit penting yang sering menyerang ayam. Penyakit yang diakibatkan oleh virus Gallid herpesvirus type 1 (GaHV-1) [1] ini masih banyak menyebabkan permasalahan terutama pada sistem pernapasan atas pada unggas, sesuai dengan nama penyakitnya yakni Laryngotracheitis yang artinya adalah peradangan terutama pada organ laryng dan trachea.
Situasi Terkini ILT
Bagaimana situasi terkini persebaran penyakit ILT di Indonesia? Sebagaimana data yang dikumpulkan oleh tim Surveillance Analyst Medion selama 3 tahun terakhir (2022-2024), kasus penyakit ILT berdasarkan temuan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi saat nekropsi (bedah ayam) dilaporkan sebanyak 1017 suspek kasus. Sedangkan untuk update di tahun 2025, sejak Januari hingga April telah dilaporkan sebanyak 98 suspek kasus ILT.
Pola kejadian kasus ILT yang teramati disepanjang tahun lalu menunjukkan trend peningkatan kasus dipenghujung semester 2 tahun 2024 (Grafik 1). Kita ketahui bahwa pada bulan September-Desember merupakan musim penghujan di Indonesia. Kita perlu mewaspadai adanya pola peningkatan kasus ILT, apalagi jika diperhatikan terjadinya prediksi kemarau basah di tahun 2025. Sebagaimana informasi yang bersumber dari website resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang di rilis pada 28 Mei 2025 kemarin.
Sebetulnya apakah yang disebut dengan fenomena kemarau basah?
Belakangan ini, cuaca tak menentu membuat istilah “kemarau basah” menjadi sering kita dengar. Fenomena ini terjadi saat hujan masih turun di waktu yang seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Anomali cuaca ini bisa terjadi akibat pemanasan global. BMKG memprediksi sebagian wilayah Indonesia akan mengalami kemarau basah pada pertengahan 2025. Hal ini dipengaruhi oleh faktor global seperti pergerakan La Nina. La Nina sendiri adalah fenomena pendinginan suhu laut di Samudera Pasifik tengah yang bisa meningkatkan curah hujan di Indonesia, khususnya di wilayah dengan perairan hangat. Sehingga, musim kemarau tahun ini diperkirakan datang normal atau sedikit lebih lambat di beberapa lokasi di Indonesia, dengan curah hujan sebagian besar masih dalam kategori normal [2].
BMKG menyebutkan bahwa fenomena kemarau basah ini diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2025, diikuti masa transisi (pancaroba) pada September–November, dan musim hujan mulai Desember 2025 hingga Februari 2026 [2]. Dari sisi pemeliharaan ternak, kondisi cuaca demikian tentu membawa dampak yang cukup signifikan. Bibit penyakit dapat berkembang baik pada kondisi lembab. Terutama saat kondisi imunitas ayam turun (imunosupresif) bibit penyakit akan lebih mudah untuk menginfeksi, salah satunya adalah ILT.
Kejadian penyakit ILT di Indonesia berdasarkan data Surveillance Analyst Medion telah tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Dengan angka kejadian tertinggi tahun 2022-2024 terjadi di Sulawesi Selatan ditandai dengan warna merah di peta sebaran yang dapat dilihat pada Gambar 1. Warna merah menunjukkan tingginya angka kasus di wilayah provinsi tersebut (prevalensi kejadian >40% dari suspek nasional). Selain itu di berbagai wilayah di Indonesia seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur juga cukup tinggi angka kejadian kasus (warna area hijau) suspek penyakit ILT dengan prevalensi >5% suspek nasional. Sedangkan untuk wilayah lain yang berwarna biru di peta menunjukkan prevalensi kasus <5% suspek nasional.


Kerugian Ekonomi
Penyakit ILT menyebabkan kerugian terutama karena meningkatnya morbiditas (50-70%), mortalitas biasanya sedang (10-20%) [3], penurunan berat badan harian, berkurangnya produksi telur dan biaya yang dikeluarkan untuk vaksinasi, tindakan biosekuriti dan pengobatan untuk melawan infeksi sekunder oleh penyakit unggas lainnya [4]. Di lapangan, kasus infeksi ILT sering dijumpai diikuti oleh infeksi agen patogen lain seperti keterlibatan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, M. gallisepticum, dan lainnya [3]. Koinfeksi bersama dengan patogen pernapasan lain dan faktor lingkungan yang kurang baik akan sangat berdampak buruk pada sistem pernapasan dan dapat memperpanjang perjalanan penyakit ILT [4].
Pada ayam, terdapat tiga bentuk utama penyakit ILT meliputi bentuk perakut, akut atau epizootik yang cukup parah, dan kronis atau mild [9]. Secara umum bentuk perakut dan akut ditandai dengan gangguan pernapasan yang signifikan, bersin, pengeluaran lendir bercampur darah, tracheitis parah dan conjungtivitis (radang pada selaput konjungtiva mata) disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi (hingga 70%). Bentuk kronis yang lebih ringan (mild) ditandai dengan tracheitis kataralis ringan hingga sedang (Gambar 5), sinusitis, conjungtivitis, dengan morbiditas yang relatif rendah dan mortalitas ringan yang biasanya <2% [4]. Meskipun demikian kerugian ekonomi diakibatkan oleh penyakit ini secara tepat belum dapat dipastikan [1].
Agen Penyebab dan Hospes ILT
ILT diakibatkan oleh infeksi virus yang dikenal dengan Gallid herpesvirus 1 (GaHV-1), yang termasuk dalam genus Iltovirus, subfamili Alphaherpesvirinae, famili Herpesviridae [5]. Virus ILT merupakan virus dengan materi genetik double stranded-DNA, memiliki nukleokapsid [6] berdiameter sekitar 100 nm, dan partikel utuh virus berukuran sekitar 200-350 nm [7]. Nukleokapsid virus memiliki bentuk simetri ikosahedral yang dikelilingi oleh lapisan tegumen protein, kemudian dienkapsulasi oleh selubung luar (envelope) dengan susunan glikoprotein yang dikodekan oleh virus (Gambar 2) [1].
Ayam merupakan hospes dan target utama dari infeksi virus GaHV-1 [4], tetapi menurut pengamatan para peneliti hospes alami dari virus juga dapat menginfeksi spesies lain dari ordo Galliformes seperti ayam hias (pheasant), hasil perkawinan silang antara ayam dengan ayam hias, merak, dan kalkun. Sedangkan untuk unggas lain dari ordo Galliformes lainnya seperti burung jalak, burung pipit, burung gagak, merpati, bebek, dan ayam mutiara cukup tahan dari infeksi virus GaHV-1 [1]. Sampai saat ini belum ada laporan kasus risiko kejadian atau penularan dari unggas ke manusia [9].

Virus Infectious laryngotracheitis masuk ke dalam tubuh ayam melalui rute pernapasan dan okular. Kemudian memulai replikasi virus ketika mencapai sel epitel konjungtiva, sinus respirasi, laryng dan sistem pernapasan atas secara lebih luas [10]. Penularan penyakit ILT berlangsung secara horizontal langsung dan tidak langsung (Gambar 3). Ayam yang telah terinfeksi virus ILT dapat menyebarkan virus (shedding) melalui sekresi pernapasan dan secara langsung dapat menulari ayam lain atau secara tidak langsung dapat mengkontaminasi peralatan, litter, tempat pakan, kendaraan, debu, alas kaki, pakaian, atau orang yang berkunjung dan membawa virus tersebut. Kemudian kontak dengan ayam lain sehingga tertular virus ILT [4].

Virus ILT sebagaimana herpes virus lain, dapat bertahan dalam jaringan saraf pusat pada ganglion trigeminal dan bersifat laten setelah 7 hari infeksi bentuk akut. Ayam yang pernah terinfeksi virus ILT dapat menjadi carrier. Ayam carrier yang bertahan dari penyakit sebelumnya dapat bertindak sebagai sumber infeksi bagi ayam yang belum terinfeksi. Meskipun penularan secara langsung dari ayam ke ayam dinilai lebih banyak terjadi dibandingkan dengan kejadian penyakit akibat kontak dengan ayam yang mengalami infeksi fase laten atau ayam carrier. Ayam yang sedang terinfeksi virus ILT sangat mudah menularkan penyakit melalui sekresi oral dibandingkan dengan ayam yang pulih secara klinis atau carrier [4]. Di suatu farm dilaporkan bahwa kumbang dan ulat kandang dapat bertindak sebagai sumber penularan antar ayam. Hal ini pernah diteliti dan dilaporkan ditemukannya virus ILT hidup pada kumbang setelah 42 hari ketika wabah ILT terjadi di peternakan [11].
Gejala Klinis dan Perubahan Patologi Anatomi
Masa inkubasi penyakit ILT bervariasi antara 6-14 hari. Kemudian kejadian klinis penyakit ILT bervariasi antara 11 hari hingga 6 minggu tergantung dari tingkat keparahan penyakit. Keparahan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor virulensi virus, kondisi stres, ada tidaknya koinfeksi dengan agen patogen penyakit lain, status kekebalan dalam kawanan (flock) dan umur ayam. Infeksi penyakit ILT pada ayam dapat terjadi dalam tiga bentuk yakni perakut, akut, dan bentuk kronis [4].
Infeksi bentuk perakut terjadi secara tiba-tiba dengan penyebaran sangat cepat dan angka kematian (mortality) tinggi mencapai sekitar 50% [12]. Ayam mengalami kelemahan (lethargi), conjunctivitis (Gambar 4) sedang hingga parah disertai pembengkakan kelopak mata dan peningkatan lakrimasi (mata berair) (Gambar 5). Kadang-kadang dijumpai kematian mendadak pada ayam tanpa didahului munculnya gejala klinis [1]. Bentuk perakut memunculkan gejala klinis seperti susah bernapas (dyspnea) dan gasping atau ayam bernapas dengan menjulurkan kepala dan lehernya. Batuk juga timbul sebagai bentuk upaya ayam mengeluarkan gumpalan darah yang menyumbat trachea (Gambar 7) [13]. Gumpalan darah dapat terbatuk (Gambar 8) dan dapat ditemukan di lantai dan dinding kandang [9]. Ayam dengan bentuk infeksi perakut biasanya mati dalam kurun waktu tiga hari [4].

ILT bentuk akut memiliki tanda klinis pada ayam dengan gejala gangguan pernapasan seperti dyspnea, tetapi dalam tingkat keparahan yang lebih ringan dibandingkan dengan bentuk perakut. Ayam cenderung menjadi lemas, tidak aktif, dan mengalami penurunan nafsu makan [10]. Perubahan patologi yang dijumpai mirip dengan bentuk perakut seperti adanya sumbatan berupa gumpalan darah pada trachea yang mengakibatkan ayam susah bernapas dan membuka mulutnya ketika bernapas. Gumpalan massa mengkeju (eksudat kaseosa) berwarna kuning juga dapat diamati pada bronchus primer ketika lesi meluas ke saluran pernapasan yang lebih dalam [12]. ILT bentuk akut dapat mengakibatkan angka kematian yang bervariasi antara 10 hingga 30% dan angka kesakitan dapat mencapai 100% selama kurang lebih 15 hari. Pada ayam petelur dampak pada penurunan produksi bervariasi, tetapi pada batas waktu tertentu produksi bisa kembali membaik [14].



ILT bentuk kronis merupakan kejadian yang lebih ringan dibandingkan bentuk akut atau perakut. ILT bentuk kronis juga memiliki gejala klinis yang mirip dengan penyakit infeksi pernapasan lainnya seperti adanya pertumbuhan terhambat, batuk, adanya dahak atau leleran lendir, kepala bergetar, mata menyipit (tertutup), dan pembengkakan pada sinus infraorbitalis. Pada ILT bentuk kronis dilaporkan juga mengakibatkan penurunan produksi (mencapai 10%) dengan tingkat kematian ringan <2% dan tingkat kesakitan (morbidity) mencapai 5% [14].

Diagnosa Penyakit
Dalam mendiagnosa penyakit ILT, pada bentuk akut dapat didasarkan pada riwayat kasus, gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang patognomonis (khas) penyakit ini. Pada bentuk ILT yang sifatnya ringan (mild) sering dikelirukan dengan penyakit pernapasan lainnya. Sehingga perlu dilakukan peneguhan diagnosa melalui uji laboratorium [18]. Peneguhan diagnosa lebih lanjut dapat menggunakan uji laboratorium diagnostik dengan tujuan mendeteksi agen penyakit atau mendeteksi respon kekebalan (antibodi) yang terbentuk. Untuk tujuan konfirmasi kasus klinis kita dapat menggunakan uji laboratorium diagnostik untuk mendeteksi agen penyakit berupa keberadaan virus ILT di jaringan atau eksudat trachea. Metode yang dapat digunakan diantaranya adalah isolasi virus, immunofluorescense, ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay), PCR (polymerase chain reaction). Sedangkan untuk mendeteksi keberadaan antibodi spesifik ILT melalui uji serologi dapat menggunakan metode ELISA atau VN (Virus neutralization) [9]. Sebagai diagnosa banding (differential diagnosa) penyakit yang mirip dengan ILT diantaranya adalah fowl pox bentuk difterik (basah) dan infectious coryza [18].
Strategi Pengendalian ILT
1. Pengobatan
Pengobatan menggunakan antibiotik/antibakteri saat wabah dapat diberikan ketika ada infeksi sekunder oleh agen bakteri [18]. Untuk meringankan gejala pernapasan dapat diberikan obat alami seperti Respitoran yang memiliki aktivitas sebagai dekongestan. Respitoran mengandung ekstrak Tussilago dan Thyme untuk membantu mengatasi gangguan pernafasan pada ayam yang disebabkan karena infeksi seperti ILT.
2. Penerapan Biosekuriti dan Manajemen Kandang
Biosekuriti menjadi garis pertahanan pertama dalam mencegah masuknya virus ILT di peternakan kita. Pembatasan lalu lintas manusia dan kendaraan, serta desinfeksi peralatan dan fasilitas secara rutin harus diterapkan dengan disiplin. Dikarenakan struktur virus ILT yang beramplop mengakibatkan virus ini mudah untuk dimusnahkan menggunakan berbagai jenis desinfektan. Misal selama periode pemeliharaan atau saat terjadi wabah dapat menggunakan desinfektan golongan oxidizing agents dengan bahan aktif Povidone iodine seperti Neo Antisep New Formula atau golongan QUATZ dengan kandungan Benzalkonium chloride seperti Zaldes.
Jika terjadi wabah, litter dan bahan organik seperti feses harus dibuang atau dibersihkan dari kandang secara sempurna setelah periode pemeliharaan selesai. Kemudian lakukan pembersihan, sanitasi dan desinfeksi, serta lakukan kosong kandang minimal 14 hari sebelum pengisian ulang periode pemeliharaan baru untuk memastikan kandang telah bebas dari agen patogen.
3. Strategi Vaksinasi

ILT Terkendali, Reaksi Ringan, Perlindungan Optimal
Vaksinasi merupakan salah satu komponen kunci dalam pengendalian ILT. Vaksinasi menggunakan Medivac ILT LS 2-3 minggu sebelum umur rawan kasus ILT atau dapat mengikuti panduan umum seperti tercantum dalam tabel 1. Medivac ILT LS merupakan vaksin ILT yang mengandung virus Infectious Laryngotracheitis (ILT) strain A 96 hidup yang telah diatenuasi dan dibuat dengan teknologi CEO (chicken embryo origin). Medivac ILT LS dapat digunakan pada ayam pedaging, ayam jantan, ayam petelur, dan ayam pembibit dengan aturan pakai diberikan 1 dosis vaksin tiap ekor melalui tetes mata.

Dalam melakukan vaksinasi ILT menggunakan vaksin aktif Medivac ILT LS terdapat catatan penting yaitu pelaksanaan vaksinasi ILT sebaiknya tidak dilakukan berdekatan dengan vaksinasi penyakit ND atau IB aktif. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa ketika vaksin ILT diberikan secara bersamaan atau berdekatan dengan vaksin ND aktif pada ayam muda, terdapat hasil signifikan berupa penurunana respon kekebalan terhadapa ILT. Dampak imunosupresi tersebut sesuai dengan hasil penelitian terjadi ketika vaksin ILT diberikan selama periode antara 3 hari sebelum dan 5 hari setelah vaksinasi dengan vaksin ND aktif pada ayam yang berusia kurang dari 5 minggu. Namun, hal itu tidak terjadi pada ayam yang berusia lebih dari 7 minggu. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa perlu perhatian khusus ketika adanya perlakuan vaksin aktif ILT dan ND yang waktunya berdekatan atau diberikan pada ayam muda [15].
Meskipun dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa ketika vaksin ILT diaplikasikan dengan IB aktif bersamaan via tetes mata tidak menimbulkan efek yang saling merugikan [15]. Tetapi sebaiknya kita tetap mengevaluasi hasil vaksinasi yang kita lakukan. Untuk mengurangi reaksi yang mungkin muncul setelah vaksinasi dapat diberikan terapi pendukung (supportive) menggunakan herbal Respitoran.
4. Dukungan Imun dan Lingkungan
Respon imun terhadap ILT lebih mengandalkan sistem kekebalan seluler (cell-mediated immunity/CMI) dibandingkan respon humoral [17]. Oleh karena itu, dukungan terhadap kesehatan ayam dengan pemberian multivitamin, antioksidan (seperti vitamin C dan E) seperti Vitesel-C, serta pengelolaan kebersihan lingkungan (mengurangi debu dan amonia) menjadi faktor penting untuk mengurangi faktor predisposisi ILT di kandang. Pemberian produk imunostimulan atau herbal seperti Imustim juga dapat digunakan sebagai suplemen, namun harus tetap didampingi dengan manajemen pemeliharaan dan biosekuriti yang ketat.
Pengendalian ILT pada ayam petelur memerlukan sinergi antara biosekuriti ketat, tatalaksana vaksinasi yang tepat, deteksi dini, diagnosa yang tepat dan pengelolaan kesehatan unggas secara holistik dan menyeluruh.
Referensi :
- Garcia, M & Spatz, S, 2020. Infectious Laryngotracheitis. Dalam Swayne, S. Disease of Poultry 14th Edition. John Wiley & Sons, Inc. Hal 189-209
- https://gaw-bariri.bmkg.go.id/index.php/karya-tulis-dan-artikel/artikel/265-musim-kemarau-basah-fenomena-penyebab-dan-dampaknya-di-indonesia. Diakses pada 24 Juni 2025.
- Dinev, I. 2007. Disease of Poultry A Colour Atras. CEVA SANTE ANIMAL 1st Edition.
- Gowthaman V, Kumar S, Koul M, Dave U, Murthy TRGK, Munuswamy P, Tiwari R, Karthik K, Dhama K, Michalak I, Joshi SK. Infectious laryngotracheitis: Etiology, epidemiology, pathobiology, and advances in diagnosis and control – a comprehensive review. Vet Q. 2020 Dec;40(1):140-161. doi: 10.1080/01652176.2020.1759845. PMID: 32315579; PMCID: PMC7241549.
- Davison AJ, Eberle R, Ehlers B, Hayward GS, McGeoch DJ, Minson AC, Pellett PE, Roizman B, Studdert MJ, Thiry E.. 2009. The order Herpesvirales. Arch Virol. 154(1):171–177
- Roizman B, Pellett PE.. 2001. The family Herpesviridae: a brief introduction. In: Knipe M, Howley PM, editors. Fields virology. 4th ed. Philadelphia (PA): Lippincott Williams Wilkins; pp. 2381–2397
- Granzow H, Klupp BG, Fuchs W, Veits J, Osterrieder N, Mettenleiter TC.. 2001. Egress of alphaherpesviruses: comparative ultrastructural study. J Virol. 75(8):3675–3684
- https://vetnepal.com/article_details/Infectious-Laryngotracheitis-in-poultry . Diakses pada 24 Juni 2025
- WOAH Terrestrial Manual 2021. Chapter 3.3.3. – Avian infectious laryngotracheitis.
- Guy JS, Bagust T.. 2003. Laryngotracheitis. In: Saif M, Barnes HJ, Glisson JR, Fadly AM, McDougald LR, Swayne D, editors. Diseases of Poultry 11th edition. Ames, IA: Iowa State University Press; p. 121–134
- Ou S, Giambrone J, Macklin K.. 2011. Infectious laryngotracheitis vaccine virus detection in water lines and effectiveness of sanitizers for inactivating the virus. J Appl Poult Res. 20(2):223–230
- OIE . 2014. Avian infectious laryngotracheitis. Man Diagn Tests Vaccines Terr Anim. Chapter 2.3.3.
- Blakey J, Stoute S, Crossley B, Mete A.. 2019. Retrospective analysis of infectious laryngotracheitis in backyard chicken flocks in California, 2007-2017, and determination of strain origin by partial ICP4 sequencing. J VET Diagn Invest. 31(3):350–358.
- Creelan JL, Calvert VM, Graham DA, McCullough SJ.. 2006. Rapid detection and characterization from field cases of infectious laryngotracheitis virus by real-time polymerase chain reaction and restriction fragment length polymorphism. Avian Pathol. 35(2):173–179
- Vagnozzi A, García M, Riblet SM, Zavala G. Protection induced by infectious laryngotracheitis virus vaccines alone and combined with Newcastle disease virus and/or infectious bronchitis virus vaccines. Avian Dis. 2010 Dec;54(4):1210-9. doi: 10.1637/9362-040710-Reg.1. PMID: 21313841.
- Toshiro IZUCHI, Takeshi MIYAMOTO, Influence of Newcastle Disease and Infectious Bronchitis Live Virus Vaccines on Immune Response against Infectious Laryngotracheitis Live Virus Vaccine in Chickens, The Japanese Journal of Veterinary Science, 1984, Volume 46, Issue 4, Pages 533-539, Released on J-STAGE February 13, 2008, Online ISSN 1881-1442, Print ISSN 0021-5295, https://doi.org/10.1292/jvms1939.46.533
- Ou SC, Giambrone JJ. Infectious laryngotracheitis virus in chickens. World J Virol. 2012 Oct 12;1(5):142-9. doi: 10.5501/wjv.v1.i5.142. PMID: 24175219; PMCID: PMC3782274.
- Tabbu, 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulanannya : Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral. Yogyakarta : Kanisius