Egg Drop Syndrome (EDS) merupakan salah satu penyakit penting penyebab turunnya produksi yang sering menyerang unggas, khususnya ayam petelur. Egg Drop Syndrome (EDS) bersifat sangat merugikan bagi peternak karena berhubungan dengan penurunan kuantitas dan kualitas telur, kenaikan feed corvertion ratio (FCR) dan peningkatan biaya penanganan penyakit.
Kasus Egg Drop Syndrome Saat Ini
Berdasarkan rangking penyakit yang dikumpulkan oleh tim Technical Education & Consultation Medion, Kasus EDS berada pada urutan ke-6 penyakit viral yang menyerang ayam pada masa produksi pada tahun 2023-2025. Angka ini masih cukup tinggi untuk menjadi kewaspadaan kita bersama.

Berdasarkan data Surveillance Analyst Medion, kasus EDS telah tersebar merata di seluruh Indonesia. Jumlah kasus tertinggi pada tahun 2023-2025 terpantau pada wilayah berwarna merah, yakni Sumatera Barat, dengan jumlah kasus >35% suspek nasional. Daerah yang berwarna hijau tua dengan jumlah case >5% suspek nasional yakni Kalimantan Barat. Selain itu di berbagai wilayah di Indonesia seperti Jawa Barat, Sulawesi Selatan, beberapa wilayah Sumatera Utara dan Jawa Timur juga cukup tinggi angka kejadian kasus suspek penyakit EDS dengan prevalensi >5% suspek nasional (warna area biru tua).

Jika diamati dari Tahun 2024 sampai 2025, kasus EDS memang hampir selalu terjadi di setiap musim. Namun dapat diamati terdapat peningkatan kasus di Tahun 2025, dan sejak Maret menuju April terpantau trend kasus meningkat. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan perubahan musim yang tidak menentu. Musim hujan yang panjang di Indonesia sekitar April 2025, meningkatkan resiko turunnya kekebalan tubuh ayam dan meningkatnya kejadian penyakit seperti EDS.

Sedangkan untuk umur serangan, dari data yang dihimpun oleh Surveillance Analyst Medion Tahun 2023-2025. Kasus EDS paling sering menyerang pada ayam layer pada umur 27-55 minggu, dimana ayam sedang berada pada fase puncak produksi dan stres internal ayam sedang tinggi.

Agen Penyebab EDS
Penyakit Egg Drop Syndrome (EDS) ditemukan pertama kali oleh Van Eck di Belanda pada tahun 1976 sebagai penyebab menurunnya produksi telur. Virus EDS ini banyak ditemukan menyerang ternak unggas petelur seperti ayam, bebek, itik, angsa, burung onta (Changjing et al., 2016). Termasuk dalam virus double stranded-DNA (ds-DNA), tidak beramplop, berbentuk ikosahedral 76-80 nm dan tidak memiliki lapisan lemak double layer. Virus ini tahan terhadap chloroform, sodium deoxycholate, trypsin, phenol 2 %, alkohol 50% dan pH 3-10, namun dapat diinaktivasi dengan desinfektan golongan aldehyde. Adenovirus dapat juga diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 60o C selama 30 menit. Virus EDS memiliki protein HA (hemaglutinin) yang bersifat meng-aglutinasi (menggumpalkan) sel darah merah unggas, bereplikasi di inti sel yang nantinya akan memunculkan intranuclear inclusion body pada sel hospes.

Gejala Klinis, Perubahan Patologi Anatomi dan Kerugian Akibat EDS
Penyakit Egg Drop Syndrome menyebabkan kerugian yang tinggi terutama karena penurunan produksi baik secara kuantitas maupun kualitas telur pada ayam yang terserang. Jika virus EDS menginfeksi ayam pada awal masa produksi akibatnya ayam tidak akan mencapai puncak produksi, namun jika EDS menyerang pada ayam setelah puncak produksi, maka ayam akan mengalami penurunan produksi di bawah standar normal. Produksi telur akan mengalami penurunan sebesar 20-40% selama 6-10 minggu (McFerran and Smyth, 2000). Pada ayam pembibit, telur-telur yang berbentuk abnormal akan mengalami penurunan daya tetas.

Ayam yang terinfeksi EDS’76 biasanya tidak menunjukkan gejala khas. Ayam terlihat sehat, namun kadang ditemukan ayam yang lesu, nafsu makan menurun, jengger dan pial berwarna pucat dan kadang disertai diare ringan yang tidak spesifik. Diare ini berasal dari eksudat yang dikeluarkan oviduk dan bercampur dengan feses ayam. Perubahan yang terlihat menonjol adalah adanya perubahan pada kualitas kerabang telur menjadi lunak serta tipis, warna kerabang tidak berpigmen bahkan ditemukan kasus telur tidak berkerabang sama sekali (Hemida et al., 2016).

Meskipun serangan EDS di lapangan biasanya tanpa ada gejala klinis khas yang jelas, seringkali gejala yang muncul teramati adalah infeksi gabungan dari penyakit lain yang menyertai. Dari data yang dihimpun Surveillance Analyst Medion dari tahun 2023-2025, kejadian suspek EDS sebesar 77,14% merupakan kasus tunggal, sedangkan 22,86% sisanya kombinasi dengan penyakit lain seperti Coryza, IB, AI dsb.
Penularan Egg Drop Syndrome
Penyakit EDS dapat menular secara vertikal maupun horizontal. Pola penularan penyakit ini dibagi menjadi 3 tipe, yakni :
- Tipe Klasik : Merupakan penularan dari induk ke anak
- Tipe Endemik : Virus yang menyebar dapat menular secara horizontal dan mencemari lingkungan (daerah)
- Tipe Sporadik : Terjadi akibat adanya ternak itik atau angsa yang menularkan virus EDS pada ayam komersil melalui kontaminasi air minum/pakan yang tercemar oleh feses yang mengandung virus tersebut.
Anak ayam yang tertular EDS in-ovo (secara vertikal) akan terinfeksi secara laten (tersembunyi). Anak ayam yang terinfeksi secara vertikal tidak mengeluarkan virus atau membentuk antibodi sampai saat memasuki masa produksinya mencapai produksi telur lebih dari 50%. Pada tahap ini, virus diaktifkan kembali dan diekskresikan, sehingga terjadi penyebaran lateral (Disease of Poutry, edisi 14).
Virus yang telah menyebar akan mencemari suatu daerah hingga daerah tersebut menjadi daerah endemik EDS. Telur yang dihasilkan oleh ayam yang terserang EDS juga dapat menjadi media penularan karena mengandung virus EDS baik di dalam maupun di permukaan telur. Virus-virus tersebut dapat mencemari kandang, tempat telur, maupun peralatan peternakan yang lain dan dapat menulari ayam yang sehat.
Pencemaran melalui feses dapat terjadi ketika feses tercampur dengan eksudat yang mengandung virus EDS saat dikeluarkan oleh oviduk. Unggas lain, termasuk itik dan angsa juga dapat menyebabkan penularan penyakit EDS dalam bentuk sporadik. Unggas lain tersebut mengeluarkan feses yang mengandung virus EDS dan mencemari lingkungan maupun peralatan kandang, kemudian virus tersebut kontak dengan ayam yang sehat di peternakan ayam komersial.
Setelah ayam terinfeksi virus EDS, akan terbentuk antibodi pada 5 hari post-infeksi. Titer antibodi akan mencapai level protektif pada 4-5 minggu post-infeksi. Antibodi yang dimiliki induk akan diturunkan ke anak ayam (Disease of Poultry 14th Edition).
Diagnosa Penyakit & Diagnosa Banding EDS
Dalam mendiagnosa penyakit EDS memang perlu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari riwayat ternak, dikarenakan perubahan yang sangat minim dan tidak spesifik pada patologi anatomi hasil nekropsi. Oleh karena itu pula, terkadang dibutuhkan uji laboratorium sebagai pendukung diagnosa. Beberapa uji yang sering digunakan antara lain HI test EDS untuk melihat gambaran antibodi pada ayam dan membantu mengarahkan diagnosa. Selain itu, uji PCR (Polymerase Chain Reaction) juga dapat digunakan untuk mendeteksi virus EDS pada organ ayam.
Upaya-upaya tersebut perlu dilakukan karena selain EDS, terdapat penyakit lain yang juga hampir mirip karena berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas telur, diantaranya ND, IB, dan SHS. Berikut beberapa gambaran perbedaan kejadian pada ayam :



Strategi Pengendalian EDS
1. Upaya Pencegahan dengan Program Vaksinasi
Vaksinasi EDS pada masa pullet dilakukan pada umur 15-16 minggu atau sekitar 2-3 minggu sebelum masa produksi menggunakan vaksin Medivac ND EDS IB Variant Emulsion. Vaksin inaktif yang mengandung virus Newcastle Disease (ND) genotipe II, Egg Drop Syndrome (EDS) Adenovirus 127 strain McFerran, IB strain klasik, dan strain varian M02 dan M01 yang homolog dengan virus lapangan terbaru. Vaksinasi tersebut, utamanya EDS perlu dilakukan untuk mempersiapkan ayam saat masa produksi supaya tidak terserang penyakit yang targetnya adalah organ reproduksi seperti ND, IB ataupun EDS. Vaksinasi menjelang masa produksi bertujuan supaya antibodi protektif yang dihasilkan dapat bertahan lama hingga puncak produksi.

2. Mengoptimalkan Penerapan Biosecurity di Kandang
Jika vaksinasi dilakukan guna menggertak pembentukan kekebalan yang ada di dalam tubuh ayam, maka penerapan biosecurity ditujukan untuk menurunkan jumlah agen infeksi yang ada di lingkungan peternak. Penerapan biosecurity harus berprinsip pada “keajegan” atau kedisiplinan dalam operasional sehari-hari. Bahasan biosecurity dalam upaya pencegahan penyakit salah satunya EDS ini harus komprehensif. Beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah dengan adanya pembatasan zona merah-kuning-hijau di lingkungan peternakan, lalu lintas dibatasi karena dari sinilah salah satu pintu gerbang masuknya penyakit. Pemberlakuan semprot sebelum masuk area kandang baik trasportasi maupun personil yang akan berkunjung, mengganti alas kaki, serta yang lebih luas lagi mencegah adanya unggas/binatang lain berkeliaran di sekitar kandang. Dalam upaya operasional sehari-hari seperti rutin melakukan penyemprotan di kandang, pembersihan tempat pakan dan minum, serta melakukan treatment desinfeksi pada air minum juga merupakan upaya yang bisa dilakukan dalam meminimalkan faktor risiko masuknya penyakit. Sanitasi air minum dengan menggunakan Desinsep untuk menekan penularan penyakit melalui air minum. Lakukan pula flushing untuk membersihkan lumut atau biofilm (dengan Bioflush) yang menempel pada pipa saluran air. Cek kualitas air minum peternakan secara berkala, minimal saat perubahan musim. Ciptakan suasana nyaman bagi ayam, diantaranya seperti jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, ventilasi kandang cukup dan jika memungkinkan bisa dilakukan sistem “all in all out” dan penerapan istirahat kandang minimal 2 minggu sejak keadaan kandang bersih.
3. Mengoptimalkan Kondisi Tubuh Ayam dengan Multivitamin dan Imunostimulan
Salah satu tantangan dalam pencegahan kasus penyakit di peternakan adalah adanya faktor-faktor imunosupresan, baik dari kondisi lingkungan yang kurang menentu, kondisi stres cuaca, dan stres perlakuan pada ayam dapat diberikan multivitamin seperti Vita Stress ataupun Fortevit maupun imunostimulan seperti Imustim.
Namun saat penyakit tersebut telah menginfeksi, maka tindakan yang bisa dilakukan antara lain:
- Lakukan seleksi dan isolasi pada ayam yang terserang berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
- Pemberian vitamin untuk meningkatkan stamina tubuh ayam dengan menggunakan Vita Stress ataupun Fortevit.
- Pemberian herbal yang memiliki aktivitas antivirus seperti Reduvir juga bisa dilakukan untuk membantu meningkatkan kesehatan ayam yang terinfeksi AI, IB maupun EDS, serta mengurangi kematian pada unggas yang terinfeksi.
- Jika bersamaan dengan bakterial maka dapat diberikan antibiotik seperti Neo Meditril atau herbal seperti Fithera.
- Desinfeksi kandang dan peralatan menggunakan Antisep, Neo Antisep, Medisep atau Zaldes.
- Untuk kasus EDS relatif jarang dilakukan vaksinasi darurat (vaksinasi ketika ayam sudah terinfeksi), terlebih lagi vaksin yang tersedia berbentuk inaktif sehingga respon pembentukan titer antibodi protektif memerlukan waktu yang cukup lama. Meskipun demikian revaksinasi EDS bisa berhasil (tergantung kondisi ayam atau tingkat keparahan penyakit).
- Lakukan monitoring titer antibodi terhadap EDS secara rutin minimal 1 bulan sekali untuk melihat status titer antibodi dan menentukan jadwal vaksinasi ulangan (revaksinasi). Monitoring titer antibodi EDS yang dilakukan secara rutin akan memberikan gambaran baseline titer (titer standar) dari suatu peternakan. Jika setelah dilakukan uji serologi, kemudian ditemukan adanya gambaran titer EDS yang menyimpang dari biasanya, maka hal ini bisa menjadi suatu peringatan dini (early warning system) terhadap kondisi ayam. Titer antibodi yang terlalu tinggi pun tidak selamanya bagus, jadi harus dicocokkan dengan baseline titer yang ada. Bisa jadi hal ini mengindikasikan adanya infeksi lapang, namun ayam masih mampu bertahan sehingga titer yang terbentuk berasal dari virus lapangan.
Dalam strategi pengendalian penyakit EDS penting untuk mengkombinasikan pelaksanaan program vaksinasi yang tepat, penerapan biosecurity dan manajemen pemeliharaan seoptimal mungkin dan didukung dengan suportif untuk daya tahan tubuh ayam. Dengan upaya tersebut harapannya ternak kita dapat terhindar dari penyakit EDS yang merugikan.