Ngorok atau bahasa kerennya CRD (Chronic Respiratory Disease) bagi manusia bisa jadi hanya sebatas gangguan kesehatan ringan. Namun, lain ceritanya bagi unggas. CRD adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan ayam dan bersifat kronis. Disebut “kronis” karena penyakit ini berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu lama dan sulit untuk disembuhkan. Dari data tim Technical Education and Consultation (TEC) Medion dilaporkan bahwa di tahun 2016 penyakit ngorok menempati posisi pertama dan kedua dari 10 penyakit yang sering menyerang ayam pedaging (broiler) maupun ayam petelur (layer) (Grafik 1 dan 2). Telah kita ketahui bahwa CRD bersifat imunosupresif atau mampu menekan sistem kekebalan ayam. Di lapangan, kejadian CRD murni jarang ditemui dan umumnya telah disertai komplikasi dengan penyakit lain terutama E. Coli, sehingga disebut CRD kompleks. Berdasarkan data lapangan, CRD kompleks menduduki peringkat ke-2 pada ayam pedaging dan ke-6 pada ayam petelur.

Kemarau panjang, cekaman panas, lingkungan berdebu, polusi asap, ditambah menurunnya kualitas air akibat kekeringan, semua itu memicu kejadian penyakit CRD pada ayam, baik ayam pedaging (broiler) maupun ayam petelur (layer). Gambaran iklim tersebut sangat relevan dengan situasi terkini di hampir seluruh wilayah tanah air.

Penyebab

CRD pada ayam disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum (MG), yang merupakan organisme mirip bakteri (bacteria-like organism). Ayam yang telah sembuh akan bertindak sebagai pembawa bibit penyakit (carrier) dan sebagai sumber penularan ke ayam lain yang sehat. CRD dapat menyerang ayam pada semua umur, dengan angka kesakitan tinggi tetapi angka kematian rendah.

 

M. gallisepticum sensitif terhadap sinar matahari dan berbagai golongan desinfektan, misalnya Iodine, Benzalkonium chloride (BKC), atau Formaldehyde. Mikroorganisme ini memiliki karakter yang khas yaitu tidak memiliki dinding sel, maka M. gallisepticum tahan terhadap antibiotik golongan penisilin. M. gallisepticum dapat hidup di dalam feses selama 1-3 hari pada suhu 20 °C, dalam kuning telur selama 18 minggu pada suhu 37 °C atau selama 6 minggu pada temperatur 20 °C. Di dalam cairan allantois, mikroorganisme ini tetap infektif selama 4 hari dalam inkubator, 6 hari dalam suhu ruang dan 32 – 60 hari dalam lemari es.

Dampak Penyakit CRD

Penularan penyakit CRD terjadi secara horizontal dan vertikal. Penularan secara horizontal terjadi melalui kontak langsung dengan ayam sakit atau ayam carrier. Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui udara yang tercemar oleh leleran hidung ayam yang mengandung M. gallisepticum, ransum, air minum, peralatan kandang, transportasi atau pekerja yang tercemar oleh bakteri tersebut. Sedangkan penularan secara vertikal terjadi secara transovarial yaitu dari induk penderita CRD ke anak ayam melalui telur.

Serangan CRD sangat erat kaitannya dengan sistem pernapasan ayam. Saluran pernapasan ayam secara alami dilengkapi dengan pertahanan mekanik. Permukaannya dilapisi mukosa dan terdapat silia (bulu-bulu getar) serta mukus yang berfungsi menyaring udara yang masuk. M. gallisepticum sering terdapat di saluran pernapasan ayam ini, masuk bersamaan dengan aliran udara yang sebelumnya telah terkontaminasi. Ketika memasuki saluran pernapasan ayam, agen penyakit ini menempel pada mukosa saluran pernapasan dan merusak sel-selnya. Adanya bakteri ini akan memicu terjadinya radang dan aliran darah di daerah tersebut menjadi meningkat. Bakteri akan ikut aliran darah dan menuju kantung udara, dimana kantung udara merupakan tempat yang cocok (predileksi) untuk M. gallisepticum hidup dan berkembang biak.

Sebagai penyakit tunggal, CRD pada ayam dewasa jarang sampai menimbulkan kematian, meskipun angka kesakitannya cukup tinggi. CRD kompleks dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Timbulnya CRD kompleks di farm saat cuaca fluktuatif bisa menyebabkan kematian hingga 30%. Sedangkan kematian pada ayam kecil berkisar 5-10%. Selain itu, kerugian yang ditanggung peternak yaitu penurunan produksi telur dan konversi ransum yang meningkat hingga 10-20%. Dampaknya yakni pertumbuhan bobot badan terhambat, penurunan mutu karkas, penurunan produksi telur, tidak tercapainya keseragaman bobot badan serta banyaknya ayam yang harus diafkir. Adanya gangguan pada sistem pernapasan akibat infeksi CRD kompleks, akan menyebabkan asupan oksigen berkurang dan proses metabolisme tubuh akan terganggu sehingga pertumbuhan ayam pun terhambat serta efisiensi ransum menjadi jelek.

CRD kompleks juga dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi karena bersifat imunosupresi (menekan kekebalan). Sistem pernapasan merupakan pintu gerbang pertahanan primer tubuh karena di dalamnya terdapat jaringan mukosa bersilia yang berfungsi menangkap partikel asing yang masuk melalui saluran pernapasan. Tidak berfungsinya sistem pertahanan primer terutama pernapasan menjadi pemicu utama masuknya agen penyakit lain seperti virus penyebab IB dan ND. Virus yang menyerang sebelum vaksinasi akan menghambat sistem kekebalan tubuh dalam memproduksi antibodi sehingga kemungkinan hasil vaksinasi yang akan dilakukan selanjutnya akan gagal karena kondisi ayam sudah menurun.

Gejala Klinis dan Patologi Anatomi

Gejala klinis yang muncul dapat bervariasi, dari subklinis sampai kesulitan bernapas, tergantung derajat keparahan penyakit. Masa inkubasi berkisar 6 – 21 hari. Gejala klinis yang terlihat antara lain adalah keluar lendir dari hidung dan ngorok. Gejala lain yang muncul adalah radang pada konjungtiva mata sehingga bengkak dan berair. Penurunan konsumsi ransum juga terjadi diikuti dengan perkembangan bobot badan yang berada di bawah standar. Ayam penderita mengalami gangguan pertumbuhan ataupun penurunan produksi telur. Namun jika sudah berkomplikasi dengan colibacillosis, maka gejala klinis yang muncul pada ayam umur muda di antaranya ayam terlihat menggigil, kehilangan nafsu makan, penurunan bobot badan, dan peningkatan rasio konversi ransum. Anak ayam lebih sering terlihat bergerombol di dekat pemanas.

Perubahan patologi anatomi yang terlihat antara lain rongga dan sinus hidung berlendir. Jika perubahan ini terjadi dalam waktu yang lama, lendir akan berwarna kuning dengan konsistensi seperti keju. Kantung udara menjadi keruh atau mengandung lendir. Pada stadium selanjutnya, lendir menjadi berwarna kuning dan berkonsistensi seperti keju. Eksudat seperti ini juga dapat ditemukan di jantung dan pericardium.

Pada ayam yang menderita komplikasi dapat ditemukan peradangan pada pericardium, kapsula hati dan pada kantung udara. Peradangan pada saluran telur juga seringkali ditemukan. Perubahan lain yang dapat ditemukan antara lain selaput lendir trakea terselaputi dengan cairan lendir, bengkak dan berwarna merah kekuning-kuningan.

Di pembibitan (hatchery) ketika akan menetas, anak ayam dari telur tertular CRD tidak mempunyai tenaga untuk mematuk kulit telur, sehingga tidak dapat menetas. Kerapkali juga ditemukan ayam mengalami diare berwarna hijau, kuning keputih-putihan. Ayam yang menunjukkan gejala klinis ini akan mati dalam waktu singkat. CRD jika menyerang ayam yang masih berumur muda, gejala yang muncul berupa tubuh yang lemah, sayap terkulai dan feses berwarna seperti tanah.

Adanya gangguan sistem pernapasan dan peradangan pada trakea merupakan gejala yang mirip dengan penyakit IB atau ILT. Pada kasus CRD maka akan dapat dijumpai adanya peradangan pada trakea disertai kantung udara yang keruh. Sedangkan pada kasus ILT, perdarahan trakea lebih spesifik disertai dengan adanya lendir merah kental dari sel-sel trakea yang mengelupas. Pada kasus IB, peradangan trakea disertai kebengkakan ginjal dan penimbunan asam urat.

Faktor Pemicu CRD dan CRD Kompleks

Faktor pemicu CRD bisa kita bagi menjadi 2 macam, yaitu dari faktor anatomi tubuh ayam (sistem pernapasan) dan faktor manajemen pemeliharaan di kandang. Dari faktor anatominya, diketahui bahwa ayam memiliki sistem pernapasan yang berbeda dengan mamalia, karena terdapat kantung udara yang merupakan lokasi predileksi dari Mycoplasma. Kantung udara tersebut memiliki kelemahan karena hanya terdiri dari beberapa lapis sel dan sedikit pembuluh darah. Pada bagian ini juga sangat sedikit memiliki sel fagosit, sedangkan agen infeksi di lingkungan sangat banyak. Hal ini akan memudahkan agen infeksi seperti Mycoplasma untuk melakukan kolonisasi dan merusak sel-sel epitel.

Sedangkan dari faktor manajemen pemeliharaannya, kandang dengan tingkat kepadatan tinggi dan masa istirahat kandang yang pendek menjadi penyebab CRD sering menyerang dan terjadi berulang. Selain itu, litter (alas lantai sekam) yang terlalu banyak debu atau sangat lembap di musim hujan juga berkontribusi signifikan memicu CRD. Umur 3 minggu ke atas merupakan masa kritis terjadinya serangan CRD karena di umur tersebut feses dan amonia mulai menumpuk. Amonia dengan kadar yang tinggi diketahui dapat merusak membran saluran pernapasan sehingga bibit penyakit dengan leluasa masuk dan menyerang ayam, termasuk Mycoplasma dan bibit penyakit pengikutnya.

Pencegahan yang Perlu Dilakukan

Agar penyakit CRD dan pengikutnya dapat dicegah, kita perlu melakukan perbaikan sistem manajemen pemeliharaan yang komprehensif, yaitu dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Manajemen litter

    Kondisi litter sebaiknya tetap dijaga agar selalu dalam kondisi kering terutama saat musim penghujan. Litter yang basah dan kotor akan memicu timbulnya penyakit gangguan saluran pernapasan dan pencernaan, karena di litter banyak berkembang bakteri, virus, dan parasit. Maka perlu dilakukan strategi penanganan litter agar tidak menimbulkan masalah terutama menjadi sumber penularan penyakit. Gunakan litter dengan ketebalan awal sekitar 8-12 cm untuk kandang postal dan 5-8 cm untuk kandang panggung.

    Perlu dilakukan manajemen bolak-balik litter untuk mencegah litter basah. Pembolak-balikkan litter dilakukan secara teratur setiap 3-4 hari sekali mulai umur 4 hari sampai umur 17 hari. Saat musim penghujan kondisi litter akan mudah basah dan menggumpal. Jika jumlah litter yang menggumpal sedikit, maka dapat dipilah dan dikeluarkan dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih baik tumpuk dengan litter yang baru hingga yang menggumpal tidak tampak. Litter pengganti yang digunakan sebelumnya harus disemprot terlebih dahulu menggunakan desinfektan seperti Medisep atau Zaldes.

     

    Saat musim hujan, perlu dilakukan perbaikan pada struktur kandang yang rusak. Misalnya perbaikan pada atap yang bocor, perbaikan atap sehingga mampu mencegah tampias air hujan. Pemeriksaan kondisi tirai, apakah ada yang bolong atau tidak dan cara membuka tirai dari bawah yang menyebabkan ayam terkena tampias air hujan. Simpan litter pada tempat yang terhindar dari tampias air hujan.

  2. Kepadatan kandang

    Standar kepadatan ayam yang ideal adalah 15 kg/m2 atau setara dengan 6-8 ekor ayam pedaging dewasa dan 12-14 ekor ayam petelur grower (pullet) per m2nya. Jika kepadatan kandang melebihi kapasitas kandang maka jumlah kotoran ayam juga semakin banyak dan hal ini tentu tidak sebanding dengan jumlah litter yang ada di kandang akibatnya litter tidak mampu menyerap sempurna feses tersebut. Feses akan menumpuk dan menyebabkan kadar amonia di dalam kandang tinggi sehingga saluran pernapasan ayam akan mengalami iritasi dan memicu infeksi penyakit pernapasan.

  3. Menjaga ventilasi kandang

    Sistem ventilasi udara yang baik akan menjaga kualitas udara tetap optimal bagi ayam. Udara kotor yang bercampur dengan amonia dan CO2 akan bisa terbuang keluar kandang digantikan dengan oksigen. Pengaturan buka tutup tirai, tinggi lantai panggung maupun lebar dan jarak antar kandang sangat berpengaruh terhadap sistem ventilasi udara. Saat musim penghujan sistem buka tutup tirai harus diperhatikan supaya ayam tidak kedinginan dan tidak terkena tampias air hujan maupun aliran udara yang terlalu kencang. Sistem ventilasi yang baik akan menghasilkan kualitas udara yang baik. Selain itu, ventilasi yang baik akan mengurangi tingkat kelembapan di dalam kandang dan secara tidak langsung berpengaruh pula pada kualitas litter.

  4. Mempertahankan kondisi ayam agar tetap sehat

    Hal utama yang diusahakan dalam menjaga kondisi ayam tetap sehat adalah menghindari faktor stres. Faktor penyebab stres antara lain agen penyakit, lingkungan yang tidak nyaman dan tata laksana pemeliharaan yang tidak baik. Berikan multivitamin (Strong n Fit, Vita Strong, Vita Stress atau Fortevit) dan Imustim untuk meningkatkan stamina serta daya tahan tubuh ayam. Lakukan pula cleaning program dengan memberikan antibiotik seperti Therapy, atau Neo Meditril sesuai dengan dosis dan aturan pakai guna membasmi bibit penyakit pada masa inkubasi atau sebelum gejala penyakit muncul.

  5. Melaksanakan biosecurity secara ketat

    Umumnya peternak yang menjalankan program biosecurity dengan baik mempunyai kemampuan dan kepekaan mendeteksi secara dini akan munculnya infeksi CRD pada kandangnya. Sehingga langkah cepat antisipasi dapat menekan menyebarnya penyakit itu.

    Adapun penerapan biosecurity tersebut antara lain dengan memperbaiki tata laksana kandang, melakukan sanitasi dan desinfeksi di areal lingkungan kandang menggunakan Formades atau Sporades, melakukan pembersihan dan desinfeksi peralatan kandang (tempat ransum, tempat minum, dll.) menggunakan Medisep secara rutin, melakukan sanitasi air minum menggunakan Desinsep untuk membunuh E.coli yang terdapat dalam air minum dengan program 3-2-3, kosong kandang harus diterapkan minimal 14 hari setelah kandang dibersihkan dan pengontrolan lalu lintas dengan mengontrol kendaraan maupun tamu yang keluar masuk lokasi peternakan.

Pengobatan dan Penanganan CRD

Salah satu prinsip pengobatan yaitu obat harus sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang. Bagaimanapun baiknya cara pemberian obat, tetapi bila kita salah dalam memilih jenis obat, maka tidak akan diperoleh efek pengobatan yang diinginkan. Dalam melakukan pengobatan CRD kompleks menggunakan antibiotik, perlu diketahui bahwa M. gallisepticum tidak dapat dibunuh dengan antibiotik yang bekerja dengan cara merusak atau menghambat pembentukan dinding sel bakteri.

Penanganan untuk M. gallisepticum yaitu dengan memberikan antibiotik yang bekerja pada membran dan inti sel, terutama yang aktif menghambat pembentukan asam folat dan protein bakteri M. gallisepticum serta mempunyai konsentrasi tinggi di tempat bakteri tersebut berada (saluran pernapasan), bukan yang berkonsentrasi tinggi di dalam darah. Sedangkan bakteri E. coli merupakan bakteri Gram (-) yang hampir bisa dilawan oleh hampir semua golongan antibiotik kecuali golongan makrolida. Contoh produk yang dapat digunakan untuk membasmi CRD maupun CRD kompleks antara lain Doctril, Neo Meditril, Therapy, Doxytin, atau Trimezyn. Pilih salah satu obat tersebut dan berikan sesuai dengan dosis dan aturan pakai yang tertera pada etiket atau leaflet produk. Lakukan rolling atau penggantian antibiotik yang dipilih setiap 3-4 periode pemeliharaan untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Selain pemberian antibiotik, beberapa tindakan yang harus dilakukan dalam menangani kasus CRD antara lain:

  • Pemberian multivitamin dosis tinggi Fortevit pada malam harinya untuk mengatasi stres dan meningkatkan stamina tubuh ayam. Atau dapat juga diberikan Egg Stimulant atau Neobro untuk memperbaiki produksi.

  • Saat masa brooding, beri celah ± 20 cm di bagian atas kandang untuk lubang sirkulasi udara. Meskipun saat awal masa brooding, setiap sisi kandang harus ditutup dengan tirai, namun tetap harus disisakan celah untuk memperlancar sirkulasi udara dalam kandang.

  • Perhatikan kepadatan kandang, apakah benar-benar padat atau hanya kepadatan semu. Bila ternyata padat, lakukan penjarangan (seleksi). Sedangkan kepadatan semu terjadi saat ayam berkumpul di tempat tertentu di sisi kandang untuk menghindari kondisi yang tidak nyaman, misalnya sinar matahari yang berlebihan atau angin yang kencang. Untuk kondisi ini, maka atur buka tutup tirai dengan baik.

  • Jika perlu pasang kipas atau blower untuk membantu perputaran sirkulasi udara.

  • Keruk sebagian litter yang menggumpal atau tambahkan dengan litter baru untuk menekan produksi amonia. Saat mengganti atau melepas litter, lakukan secara bertahap agar ayam tidak stres. Di saat bersamaan bisa ditambahkan taburan kapur untuk menyerap kelembapan pada litter. Kurangi kadar amonia dalam kandang dengan menyemprotkan Ammotrol pada feses.

  • Lakukan penyemprotan dalam kandang dengan desinfektan Antisep atau Neo Antisep untuk membasmi bakteri Mycoplasma penyebab CRD.

Dengan menerapkan beberapa langkah di atas, diharapkan peternak mendapat pencerahan mengenai cara mencegah CRD. Semoga bermanfaat. Salam.


Info Medion Edisi Juli 2017

Jika Anda akan mengutip artikel ini, harap mencantumkan artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

Biangnya Penyakit Ngorok

Produk Unggulan

x
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin