Peternak mana yang tidak kenal penyakit Avian Influenza (AI). Bagi peternak perunggasan, peralihan pergantian musim hingga datangnya musim penghujan menuntut peternak unggas mewaspadai serangan berbagai penyakit unggas, diantaranya penyakit AI atau dikenal dengan Flu burung. Virus AI dapat menyerang beberapa jenis hewan seperti unggas dan mamalia, serta memiliki potensi mengancam keselamatan manusia (zoonotik). Dari tahun ke tahun segala upaya dilakukan baik oleh pemerintah maupun perusahaan perunggasan swasta. Meski tak seheboh saat awal kemunculannya di tahun 2003, saat ini penyakit flu burung masih saja mengancam peternakan ayam. Menyadari hal ini pula maka Medion pun tak henti-hentinya berupaya menghimbau para peternak unggas agar tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap wabah flu burung ini, terutama saat peralihan cuaca dan memasuki musim hujan.

Bagaimana AI di Lapangan Saat Ini?

Avian Influenza (AI) adalah penyakit virus yang menyerang sistem pernapasan, pencernaan, reproduksi dan saraf pada berbagai spesies unggas. Virus AI sangat bervariasi dalam kemampuannya menyebarkan penyakit pada ayam lain maupun di lingkungan sekitar.

Kehadiran penyakit AI tentunya sangat dihindari oleh para peternak karena sudah terbayang di pelupuk mata kerugian yang harus ditanggung peternak, mulai dari kematian ayam, penurunan produksi telur, hingga munculnya infeksi sekunder.

Virus influenza merupakan virus RNA yang bersegmen dan memiliki amplop (enveloped virus), serta termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI terbagi atas beberapa subtipe berdasarkan kemampuan antigenitas dua protein permukaannya, yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Hingga saat ini yang telah teridentifikasi ada 16 subtipe HA (H1-H16) dan 9 subtipe NA (N1-N9).

Selain itu, virus AI juga terdiri dari beberapa clade. Clade merupakan istilah standar dari World Health Organization (WHO) untuk mendeskripsikan keturunan, genetik, galur, atau kelompok virus influenza. Banyaknya clade virus AI di dunia termasuk yang bersirkulasi di Indonesia, ada 9 macam dan beberapa clade dipecah lagi menjadi beberapa subclade dan sub sub clade.

Dilihat dari tingkat keganasannya, virus AI dibedakan menjadi 2 yaitu High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Tingkat keganasan virus AI merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap gambaran gejala klinis yang muncul. Contoh virus HPAI yaitu H5N1, H7N2, sedangkan virus LPAI merupakan kombinasi dari 7 HA (H1, H3, H4, H6, H9, H10, dan H11) dan 5 NA (N1, N2, N5, N6 dan N8) sebagai contoh H3N1, H3N2, H6N1, H6N2, H6N8, dan H9N2. Virus AI yang bersirkulasi di Indonesia diisolasi dari kasus High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dengan subtipe H5N1 yang terdapat 2 clade yakni clade 2.1.3 dan 2.3.2. Penyakit AI pada unggas yang disebabkan oleh virus AI H5N1 clade 2.1.3 telah berlangsung di Indonesia selama lebih dari 10 tahun. Setelah itu muncul clade baru 2.3.2. Pada awal tahun 2017 mulai diketahui adanya temuan baru kasus Low Pathogenicity Avian Influenza (LPAI) subtipe H9N2 di Indonesia. Sampai saat ini, penyakit ini sudah tersebar dan teridentifikasi positif H9N2 di banyak daerah di Indonesia seperti pada wilayah pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Bali. Virus yang sudah cukup banyak diperbincangkan ini memang tidak langsung menunjukkan kematian tinggi. Virus ini justru membuat produktivitas anjlok secara drastis, yang sangat sulit untuk kembali menunjukkan angka produksi normal. Infeksi H9N2 sebenarnya bisa menyebabkan mortalitas tinggi jika ada infeksi gabungan dengan virus lain seperti IB, ND atau bakteri E. coli, Haemophillus paragallinarum, atau Stap. Auerus.

Dari hasil pemantauan tim Technical Sales Representative Medion yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, data sampel yang terkumpul menunjukkan bahwa hingga tahun 2019 kejadian kasus LPAI lebih tinggi dibandingkan HPAI (Grafik 1). Berdasarkan data menampilkan bahwa kasus AI yang dominan pada kuartal 1 tahun 2019 adalah kasus LPAI.

Umur serangan pun bervariasi. Pada ayam pedaging, dominasi serangan AI terjadi pada umur di atas 2 minggu hingga panen (Grafik 2). Sedangkan umur serangan pada ayam petelur, dari tahun 2016 hingga 2019 dominasi serangan AI terjadi pada ayam-ayam yang telah berproduksi yaitu diatas 18 minggu (Grafik 3). Namun kewaspadaan terhadap infeksi AI di umur menjelang produksi juga perlu ditingkatkan, karena pada umur sekitar 6-14 minggu juga merupakan umur rawan terjadi serangan AI.

Kerugian akibat AI disebabkan oleh angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang yang tinggi, depopulasi unggas secara massal (stamping out) dan peningkatan biaya untuk sanitasi dan desinfeksi area kandang, air dan peralatan peternakan.

Lalu apa saja gejala klinis dan perubahan patologi pada ayam saat terserang AI saat ini? Gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang ditimbulkan dikelompokkan berdasarkan keganasannya yaitu High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) sebagai berikut:

  1. Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) Umumnya mengakibatkan penurunan produksi telur dengan mortalitas (angka kematian) yang rendah, tetapi morbiditas (angka kesakitan) masih relatif tinggi. Gejala klinis yang yang muncul pada ayam yang terserang LPAI yaitu berupa gangguan pernapasan (seperti susah bernapas dan ngorok), konjungtivitis, penurunan feed intake dan penurunan produksi telur yang sangat drastis. Selain itu ayam akan nampak depresi, namun angka kematian cenderung rendah bahkan masih dapat dikatakan normal/wajar. Terlihat juga ayam depresi dan mengalami kebengkakan pada kepala. Jika dilakukan bedah akan nampak perubahan organ seperti radang pada sinus hidung, laring maupun trakea. Akumulasi lendir di saluran pernapasan juga dapat ditemukan. Perubahan di organ pencernaan antara lain radang pada proventrikulus, pankreas berwarna kemerahan, ovarium mengecil dan terjadi perdarahan pada calon kuning telur, ginjal bengkak, limpa bengkak dan sering ditemukan pelebaran pada pembuluh darah otak maupun organ reproduksi. Pada organ lain seperti jantung dan perlemakan tubuh sering ditemukan perdarahan berbentuk titik-titik (petechiae).
  2. High Pathogenic Avian Influenza (HPAI)

Gejala klinis maupun perubahan patologi anatomi organ pada HPAI saat ini sudah berbeda dengan AI yang dulu dan sudah tidak spesifik. Gejala khas memang masih seringkali muncul saat ayam terserang HPAI antara lain kematian tinggi, penurunan hingga berhentinya produksi telur atau penurunan produksi, depresi, jengger, pial dan kaki kebiruan (sianosis), konjungtivitis, akumulasi lendir di rongga mulut, gangguan pernapasan seperti batuk, bersin dan ngorok serta kadang ditemui gangguan saraf (tortikolis) namun tidak begitu signifikan terlihat jelas.

Perubahan organ yang nampak setelah dilakukan bedah juga sudah mulai berubah dan tidak spesifik antara lain radang di saluran pernapasan atas meliputi sinus hidung, laring maupun trakea, paru-paru berwarna kehitaman dan kantung udara keruh. Perubahan yang ditemukan di saluran pencernaan antara lain ada radang di proventrikulus, usus, seka tonsil dan pankreas.

Organ lain yang masih muncul perubahan namun tidak spesifik seperti jantung dan lemak tubuh yang mengalami perdarahan berbentuk titik-titik (petechiae). Pada sistem saraf, ditemukan dilatasi pembuluh darah otak. Selain perubahan-perubahan tersebut, sering pula ditemukan perdarahan di otot pada maupun dada.

Peneguhan Diagnosa Uji Laboratorium

Pada beberapa kasus AI di lapangan terkadang masih sulit dibedakan dengan diagnosa penyakit lain seperti ND karena gejala atau perubahannya yang kadang terlihat serupa. Pada saat seperti inilah uji serologi perlu dilakukan untuk membantu dalam peneguhan diagnosa.

Jika dari hasil uji tersebut didapatkan nilai titer antibodi AI yang jauh lebih tinggi dari standar dan gambaran titer tidak seragam, maka bisa diindikasikan bahwa ayam tersebut terinfeksi virus AI dari lapangan. Ditemukan pula kasus titer antibodi AI yang rendah dan diindikasikan adanya infeksi Ai yang berlangsung kronis.

Untuk mengetahui secara pasti virus penyebab sakit tersebut, dapat dilakukan uji Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sequencing. Uji PCR ini berfungsi untuk mendeteksi ada tidaknya virus di dalam tubuh ayam dan uji sequencing untuk analisis gentik yang lebih spesifik. Uji PCR menggunakan sampel berupa organ ayam yang mengalami perubahan patologi anatomi, swab (usap, red) trakea atau kloaka. Sampel yang akan diuji tidak boleh dicuci dengan menggunakan desinfektan karena virus akan mati. Hasil dari uji PCR ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam perbaikan manajemen dan kesehatan ayam pada pemeliharaan berikutnya.

Keberhasilan Vaksinasi dalam Mengendalikan Penyakit AI

Ayam yang mengalami imunosupresi atau titer antibodi yang rendah terhadap virus AI biasanya mempunyai risiko yang tinggi untuk terserang AI. Vaksinasi merupakan salah satu ujung tombak pengendalian AI. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan vaksinasi adalah penyusunan program, selain kualitas vaksin, aplikasi vaksinasi, kondisi ayam, lingkungan dan kompetensi/skill dari vaksinator.

  • Tepat vaksin Pemilihan jenis vaksin yang tepat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan vaksinasi. Vaksin yang baik adalah vaksin yang kandungan virusnya homolog dengan virus lapang. Vaksin yang beredar saat ini masih hanya berisi subtipe H5N1 sehingga belum memberikan protektivitas yang lebih maksimal. Namun pemerintah saat ini sedang mengupayakan vaksin subtipe H9N2 (Dirkeswan, 2018).
  • Tepat aplikasi Selain harus tepat vaksin, aplikasi vaksinasi AI juga harus dilakukan dengan tepat. Hal ini meliputi persiapan peralatan (alat suntik), thawing (proses peningkatan suhu) vaksin, handling (memegang dan melepas) ayam, cara menyuntik, dosis pemberian vaksin, dan penanganan botol bekas vaksin. Saat distribusi dan penyimpanan sementara, suhu vaksin AI harus selalu terkondisikan pada suhu 2-8°C. Sebelum diberikan ke ayam, lakukan thawing atau menaikkan suhu vaksin terlebih dahulu sampai vaksin tidak terasa dingin lagi. Pastikan jangka waktu pemberian vaksin AI tepat, di mana untuk vaksin AI inaktif harus habis dalam waktu 24 jam. Pastikan dosis vaksin AI yang diberikan sudah benar. Ayam harus berada dalam kondisi sehat dan tidak dalam kondisi imunosupresi (contohnya stres atau terserang penyakit CRD, gumboro, mikotoksin, dll.) yang dapat menurunkan keoptimalan pembentukan titer antibodi. Keterampilan vaksinator harus baik agar aplikasi vaksinasi bisa dilakukan dengan benar.
  • Tepat program pemberian

Keberhasilan atau efektivitas vaksinasi selain dari kualitas vaksin dan ketepatan tatalaksana vaksinasi juga dapat dipengaruhi penentuan jadwal vaksinasi. Hal ini berkaitan dengan program vaksinasi. Program vaksinasi AI sebaiknya disusun berdasarkan tinggi atau rendahnya challenge (tantangan) virus AI di lapangan dan baseline titer di masing-masing peternakan.

Program vaksinasi AI untuk ayam pedaging wajib dilakukan terutama saat rawan penyakit, seperti musim penghujan atau pergantian musim. Pada umur 3 minggu titer antibodi maternal AI sudah tidak protektif lagi sehingga umur tersebut adalah saat yang paling rawan bagi ayam yang terserang AI. Selain itu, data dari lapangan menyebutkan bahwa AI menginfeksi ayam pedaging pada umur > 3 minggu. Maka, program vaksinasinya cukup dilakukan 1 kali yang dilakukan saat umur 4 atau 10 hari. Vaksinasi juga akan menekan shedding virus sehingga cemaran virus AI di lapangan juga bisa ditekan.

Sedangkan ayam petelur dianjurkan vaksinasi AI 3 kali sebelum masuk masa produksi dan 2 kali setelah puncak produksi dengan vaksin AI yang homolog. Vaksinasi pertama dapat dilakukan di sekitar umur 2 minggu, diulang pada umur 8-9 minggu, dan selanjutnya dilakukan saat 2 minggu sebelum masuk masa produksi. Jika untuk daerah yang sangat rawan terhadap AI, vaksinasi AI kedua sebelum produksi dapat dilakukan 4-5 minggu setelah vaksinasi pertama.

Aman dari Penyebaran Virus AI dengan Suplementasi dan Biosecurity

Pemberian multivitamin dan premiks sebagai suplemen ransum (feed supplement) akan meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Vitamin merupakan sediaan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh unggas namun tidak dihasilkan oleh tubuh itu sendiri kecuali vitamin C. Pemberian multivitamin seperti Vita Stress, Strong n Fit, Fortevit berperan untuk meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh ayam.

Dengan adanya suplementasi vitamin, misalnya vitamin A dan C, akan memperbaiki kondisi selaput lendir unggas sehingga virus AI yang akan masuk ke selaput lendir melalui udara bisa optimal dihalau. Selain vitamin, dalam ransum juga bisa ditambahkan premiks seperti Top Mix dan Mineral Feed Supplement A guna melengkapi kebutuhan nutrisi ransum sehingga proses metabolisme pertahanan tubuh unggas bisa berjalan maksimal.

Vaksinasi yang terprogram dengan baik dan pemberian suplemen yang lengkap juga tidak akan memberikan hasil pencegahan yang optimal jika tidak didukung dengan pelaksanaan biosekuriti. Oleh karena itu, tingkatkan biosekuriti khususnya pada orang-orang/peralatan/kendaraan yang berpindah-pindah seperti tim vaksinator, mobil pedagang ayam afkir, kotak telur dll.

Struktur membran virus AI yang beramplop menjadikan virus ini mudah dimatikan oleh semua jenis desinfektan. Pilih dan gunakan desinfektan yang daya kerjanya kurang dipengaruhi bahan organik seperti Formades atau Sporades untuk menyemprot kendaraan atau bagian luar kandang. Semprotkan juga desinfektan saat kandang berisi ayam. Tentunya dengan menggunakan jenis desinfektan yang aman untuk ayam seperti Antisep atau Neo Antisep secara rutin seminggu sekali.

Bagaimana jika Terlanjur Terserang Outbreak AI?

Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan AI. Jika suatu peternakan telah terjangkit AI, maka hal-hal yang perlu dilakukan antara lain:

  • Lakukan penanganan pada kandang lain yang belum terserang AI seperti:
    • Untuk menekan penularan penyakit, segera lakukan revaksinasi pada ayam petelur atau pembibit yang kondisinya masih sehat menggunakan Medivac AI. Keputusan revaksinasi tergantung pada tingkat keganasan virus yang menyerang, angka kesakitan dan angka kematian.
    • Lakukan semprot kandang untuk mengurangi jumlah virus yang ada di lapangan.
    • Desinfeksi air minum untuk mencegah penularan penyakit melalui air minum.
  • Penanganan pada kandang yang telah terserang AI
    • Segera singkirkan unggas yang mati di kandang. Musnahkan dengan metode penguburan atau pembakaran di lokasi yang berjauhan dari kandang.
    • Semprot kandang yang masih berisi ayam dengan desinfektan seperti Antisep atau Neo Antisep, dan pada kandang kosong dapat menggunakan Sporades atau Formades.
    • Berikan imunostimulan seperti Imustim untuk meningkatkan stamina tubuh ayam. Imustim akan membantu meningkatkan daya tahan tubuh secara optimal sehingga proses kesembuhan akan lebih cepat.
    • Lakukan istirahat kandang yang cukup yaitu minimal 14 hari terhitung dari kandang telah dibersihkan. Kemudian ulangi desinfeksi kandang sebelum memulai chick in kembali.

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, diharapkan peternak mendapat pencerahan me-ngenai cara menghindari ancaman AI, sehingga kasus AI pun di peternakan Indonesia bisa menurun atau bahkan tidak kembali terulang. Salam.

Jeli Cermati AI Terkini

One thought on “Jeli Cermati AI Terkini

  • October 28, 2019 at 3:42 am
    Permalink

    Info yg sangat bagus dan membantu sekali…terkait perkembangan AI dilapangan…. Semoga semakin banyak info yg dishare…hehehehe .terima kasih

Comments are closed.

Produk Unggulan

x
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin