Kesehatan saluran pencernaan sangat berpengaruh terhadap performa pertumbuhan dan produktivitas ayam. Kondisi kesehatan saluran pencernaan nantinya akan mempengaruhi proses pencernaan ransum dan penyerapan nutrisi. Seberapa pentingkah kita untuk memperhatikan kesehatan pencernaan ayam? Apa yang akan terjadi jika saluran pencernaan ayam mengalami gangguan? Berikut akan kami jabarkan bahasan tentang pentingnya menjaga kesehatan pencernaan ayam demi mencapai produktivitas optimal.

Pentingnya Menjaga Kesehatan Saluran Pencernaan

Kesehatan saluran pencernaan dan nutrisi nantinya akan saling berkaitan satu sama lain. Seperti yang telah kita ketahui bahwa saluran pencernaan merupakan organ-organ yang berperan dalam menerima ransum, mencerna, menyerap nutrisi dari ransum, serta mengeluarkan sisa ransum yang tidak terserap. Pemanfaatan nutrisi ransum tersebut hanya dapat dicapai secara optimal jika saluran pencernaan dalam keadaan sehat.

Kondisi optimum dari saluran pencernaan dapat digambarkan sebagai keadaan utuh dari struktur dan fungsinya atau sederhananya kondisi maksimal dari fungsi saluran pencernaan dalam mencerna dan menyerap nutrisi ransum. Manajemen dan formulasi ransumlah yang dapat mempengaruhi efek kerja dari saluran pencernaan. Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai saluran pencernaan ayam berfungsi baik:

  • Kecernaan dan penyerapan nutrisi ransum yang baik.

  • Bau feses yang dihasilkan sangat minim

  • Kejadian ayam sakit atau mati akibat gangguan pencernaan sangat rendah

  • Feed Convertion Ratio (FCR) sangat baik (sesuai standar)

Bukan hanya sebagai tempat penyerapan nutrisi, namun saluran pencernaan perlu diperhatikan kesehatannya dalam menjaga sistem kerja jaringan gut-associated lymphoid tissue atau GALT. Saluran pencernaan sepanjang usus halus dan usus besar mengandung jaringan limfoid yang tersebar di dalam epitel, lamina propia, atau berupa lempeng peyer’s patches. GALT merupakan bagian dari jaringan limfoid yang berfungsi sebagai tempat respon kekebalan mukosa untuk menghasilkan antibodi dan menerima rangsangan respon imun mukosal (Marsetyawan, 1993).

Sekilas Mengenai Saluran Pencernaan Ayam

Sistem saluran pencernaan pada ayam dimulai dari paruh dan berakhir di kloaka. Organ yang terkait dengan sistem pencernaan meliputi paruh, esofagus, tembolok (crop), proventrikulus, ampela (gizzard), usus halus, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Organ vital lainnya yang terkait dengan fungsi sistem pencernaan adalah hati dan pankreas.

Masing-masing dari organ tersebut dihuni secara alami oleh mikroflora yang terdiri bakteri, protozoa maupun jamur. Namun bagian yang paling banyak dihuni oleh beberapa jenis bakteri yaitu saluran usus. Unggas yang sehat secara umum memiliki karakteristik saluran usus yang berfungsi dengan baik. Hal ini juga merupakan dasar dalam meningkatkan efisiensi ransum untuk kebutuhan pokok dan produksi. Karakteristik terpenting dari usus yang berfungsi dengan baik adalah keseimbangan dari populasi bakteri didalamnya. Keseimbangan ini berkaitan erat dengan saluran usus ketika ternak diperlakukan dalam kondisi stres seperti infeksi bakteri, temperatur lingkungan yang tinggi, pergantian ransum, dan transportasi (Jin et al, 1997).

Sistem kerja saluran pencernaan pada unggas dalam memecah ransum yang dikonsumsinya menjadi komponen yang paling mendasar (basic components) yaitu secara mekanikal dan kimiawi. Komponen yang paling mendasar (basic components) dari ransum selanjutnya diserap (absorbsi) oleh vili-vili pada dinding usus.

Unggas memiliki jumlah vili usus yang lebih banyak dengan kemampuan melakukan regenerasi sel epitel yang tinggi (48 sampai 96 jam), dan respon yang sangat cepat terhadap adanya peradangan. Hal ini pula yang membuat unggas lebih peka terhadap gangguan fungsi saluran pencernaan dalam kapasitas menyerap nutrisi ransum.

Beberapa kriteria saluran pencernaan unggas yang sehat yaitu vili usus yang panjang dan keutuhan saluran pencernaan. Vili usus merupakan bentukan seperti jari-jari di seluruh bagian usus yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan (nutrisi) yang menjulur dari dasar usus ke arah lumen (rongga) usus dimana makanan dicerna dan diserap dari sana. Maka pada prinsipnya, vili yang semakin panjang dan/atau lebar akan meningkatkan area penyerapan nutrisi pada usus sehingga penyerapan nutrisi lebih optimal.

Faktor Penyebab Gangguan Kesehatan Pencernaan

Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan pencernaan dan kinerjanya pada unggas diantaranya:

  • Gangguan sistem kekebalan primer di pencernaan

Kerusakan jaringan mukosa usus akan menyebabkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi tidak optimal. Akibatnya terjadi defisiensi nutrisi sehingga pembentukan antibodi terganggu. Mukosa usus dan caeca tonsil merupakan bagian dari sistem kekebalan lokal di saluran pencernaan. Kerusakan kedua organ ini mengakibatkan ayam lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya. Di sepanjang jaringan mukosa usus terdapat jaringan limfoid penghasil antibodi (IgA), dimana IgA tersebut akan terakumulasi di dalam darah. Kerusakan mukosa usus akan mengakibatkan keluarnya plasma dan sel darah merah sehingga kadar IgA, sebagai benteng pertahanan di lapisan permukaan usus pun menurun.

  • Adanya jamur dan level mikotoksin

Hal yang kadang tidak terpantau adalah sering adanya jamur pada ransum. Jamur di ransum dapat menurunkan nutrisi sehingga penyerapan nutrisi oleh ayam tidak optimal. Mikotoksin yang dihasilkan dari jamur juga akan mengiritasi saluran pencernaan seperti mengiritasi gizzard/ampela pada ayam.

  • Kualitas ransum dan air minum

Ketidakseimbangan nutrisi dan ketidaksesuaian kualitas ransum bisa mempengaruhi proses penerimaan di saluran pencernaan sehingga bisa merusak organ-organ tertentu. Saluran pencernaan sangat peka terhadap serat kasar yang tinggi dan anti nutrisi atau kandungan protein yang terlalu tinggi menyebabkan kadar asam urat berlebih yang diikuti produksi amonia. Defisiensi vitamin A juga bisa mengganggu pencernaan dalam tubuh ayam akibat terjadinya penurunan daya kerja esofagus, tembolok dan ginjal. Selain itu, kontaminasi bakteri pada ransum dan/atau air minum dapat menyebar ke dalam tubuh ayam dan menyebabkan ayam terserang penyakit pencernaan.

  • Keseimbangan mikroflora usus

Keseimbangan mikroflora atau bakteri yang dari awal sudah ada di dalam usus pada dasarnya bersifat dinamis, tergantung dari kondisi usus tersebut. Dalam kondisi seimbang, mikroflora akan memberi keuntungan bagi hospes/inang. Namun, apabila keseimbangannya terganggu maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap morfologi saluran pencernaan, munculnya infeksi bakterial pencernaan hingga merusak sistem kekebalan tubuh ayam. Bakteri yang secara normal berada di dalam saluran pencernaan ayam pun bisa ikut menginfeksi seperti bakteri C. perfringens (penyebab penyakit NE) saat kondisi ayam buruk dan didukung dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman maka outbreak NE dapat terjadi. Hal ini dipicu oleh kondisi tubuh ayam yang menurun, sedangkan bakteri terus bertambah konsentrasinya. Konsentrasi bakteri yang tinggi dalam usus bisa dikeluarkan melalui feses dan juga dapat menginfeksi ayam lain. Bakteri tersebut dapat menyebabkan peradangan dan penghancuran lapisan usus. Selain itu, bakteri juga akan menghasilkan toksin yang dapat mengganggu proses penyerapan nutrisi oleh usus dan mengakibatkan peningkatan peristaltik usus, yang akhirnya terjadilah gejala diare.

  • Ayam mengalami stres

Stres pada ayam merupakan suatu reaksi fisiologis normal dalam rangka beradaptasi dengan situasi maupun perlakuan yang diterima oleh ayam. Contohnya seperti kandang yang terlalu padat, suhu yang terlalu tinggi, ataupun pergantian ransum secara mendadak. Pada kondisi stres, di dalam tubuh ayam akan terjadi peningkatan produksi hormon kortikosteroid yang dapat menghambat organ kekebalan dalam menghasilkan antibodi. Hal tersebut akan memicu efek imunosupresif yang berdampak pada ayam mudah terserang penyakit terutama penyakit pencernaan.

  • Kurangnya sanitasi kandang

Melihat kondisi cuaca yang seringkali berubah secara drastis saat ini, kondisi tubuh ayam cenderung menurun akibat stres dan pertahanan tubuhnya menjadi tidak optimal sehingga semakin memperbesar peluang munculnya penyakit. Musim hujan yang masih terjadi secara fluktuatif pun secara tidak langsung berpengaruh dalam penyebaran bibit penyakit saluran pencernaan. Litter yang lembap dan basah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit.

  • Tantangan penyakit pencernaan

Tantangan penyakit di lapangan yang sangat tinggi akan mempengaruhi panjang vili-vili usus sehingga penyerapan nutrisi akan terganggu. Berikut beberapa penyakit bakterial dan parasit yang berdampak pada gangguan pencernaan:

  1. Necrotic Enteritis (NE)

Berdasarkan data yang telah dirangkum oleh Technical Education and Consultation Medion (2017), kasus NE sering menyerang pada ayam pedaging umur 3-4 minggu, dan pada ayam petelur umur 3-8 bulan. Necrotic Enteritis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium perfringens tipe A dan C. Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan (nekrosa) mukosa usus hingga kematian karena menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyebar ke seluruh tubuh. Toksin alfa dihasilkan oleh Clostridium perfringens tipe A. Toksin alfa dan beta dihasilkan oleh Clostridium perfringens tipe C. Toksin inilah yang dapat menyebabkan nekrosa pada mukosa usus.

Bakteri Clostridium sp. secara luas banyak terdapat di tanah dan air, namun secara normal, di dalam usus ayam sehat terdapat bakteri Clostridium sp. dalam jumlah yang aman (tidak menyebabkan terjadinya outbreak penyakit, red). Saat kondisi ayam buruk dan didukung dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman (tantangan agen penyakit banyak, red) maka outbreak NE dapat terjadi.

Beberapa faktor pemicu kejadian NE adalah lingkungan yang tidak higienis seperti litter lembap/basah, stres, perubahan cuaca, serta adanya infeksi sekunder (koksidiosis, inclusion body hepatitis, Gumboro). Munculnya kasus NE biasanya dipicu oleh serangan koksidosis. Koksidiosis merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa (bersel tunggal) dari genus Eimeria sp. Saat koksidiosis menyerang, akan terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan ileum (usus halus) serta peningkatan penguraian air tubuh sehingga dihasilkan banyak oksigen. Kerusakan usus oleh koksidiosis, menyebabkan usus tidak dapat bekerja menyerap nutrisi sehingga terjadi akumulasi nutrisi di dalam usus. Nutrisi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh bakteri Clostridium perfringens untuk berkembangbiak.

Perubahan viskositas isi usus juga dapat memicu terjadinya NE. Perubahan viskositas tersebut disebabkan oleh pemberian ransum dengan kandungan protein dan energi yang terlalu tinggi atau perubahan kandungan ransum yang mendadak.

  1. Koksidiosis

Koksidiosis pada unggas disebabkan oleh parasit yaitu Eimeria sp. Ada 7 spesies Eimeria sp. yang menyebabkan sakit pada ayam, yaitu E. tenella, E. maxima, E. necratix, E. Acervulina, E. Brunetti, E. Mitis, dan E. Praecox. Setiap spesies Eimeria mempunyai predileksi (tempat kesukaan) tertentu dalam usus ayam, sehingga luka yang ditimbulkan juga akan berbeda-beda. Misalnya E. acervulina menyerang usus halus ayam dan tidak sampai menimbulkan pendarahan, karena yang dilukai hanya bagian permukaan (epitel) usus saja.

Pada spesies Eimeria lainnya dapat menginfeksi sampai lapisan dalam (endotel) usus dimana terdapat kapiler/dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan pendarahan. Kasus kematian karena koksidiosis lebih sering terjadi pada ayam yang terinfeksi E. tenella, karena pendarahan pada usus buntu menyebabkan anemia lalu diikuti kematian. Berdasarkan data yang telah dirangkum oleh Technical Education and Consultation Medion (2017), kasus koksidiosis sering menyerang pada umur 3-4 minggu pada ayam pedaging dan umur > 5 minggu pada ayam petelur.

  1. Colibacillosis

Penyebabnya adalah bakteri Escherichia coli (E.coli). Bakteri E. coli merupakan bakteri yang normal hidup pada saluran pencernaan ayam dan dari seluruh E.coli yang ditemukan sekitar 10-15% berpotensi menjadi patogen. Jika dilihat dari umur serangan, pada ayam pedaging, colibacillosis sering menyerang di umur 3-4 minggu. Sedangkan pada ayam petelur di umur 4-8 bulan (Technical Education and Consultation Medion, 2017).

Bakteri E. coli tinggi konsentrasinya di dalam usus halus sekitar 106 E. coli/gram. Bakteri tersebut menyebar dan mengkontaminasi debu, litter, dan air minum. Salah satu gejala klinis infeksi E. coli pada ayam yang dapat diamati adalah adanya diare berwarna kuning. Gejala klinis tersebut diikuti pula oleh perubahan patologi anatomi, dimana pada colibacillosis bentuk diare ditemukan usus yang mengalami peradangan (enteritis), sedangkan pada coligranuloma ditemukan adanya granuloma (bungkul-bungkul) pada hati, sekum, duodenum dan penggantung usus.

Dari data yang dihimpun oleh tim Technical Education and Consultation Medion (2017), diketahui bahwa penyakit colibacillosis dan koksidiosis masih sering menyerang di peternakan. Sebagian kasus penyakit pencernaan tersebut bersifat oportunis. Artinya bahwa secara normal mikroorganisme penyebab penyakit ada di dalam usus dalam jumlah yang terkendali, akan tetapi saat kondisi ayam menurun akibat stres dll., mikroorganisme tadi bisa berkembang menjadi patogen.

Bagaimana Cara Menjaga Kesehatan Pencernaan Ayam?

Untuk mendapatkan efektifitas biaya dan optimalisasi pertumbuhan dari ayam yang dipelihara, berkenaan dengan fungsi saluran pencernaan, maka sangat perlu untuk dilakukan:

  1. Menjaga kesehatan saluran pencernaan (usus) melalui penyediaan dan pemberian ransum dengan nilai nutrisi/gizi yang tepat.

  2. Mengurangi populasi bibit penyakit di sekitar ayam. Dalam mengurangi bibit penyakit yang ada di sekitar ayam maka langkah yang dapat ditempuh antara lain:

  1. Lakukan pembersihan kandang. Kebersihan kandang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kesehatan dan performa ayam. Saat kondisi kandang bersih, konsentrasi bibit penyakit akan berkurang sehingga tantangan penyakit akan menurun dan ayam bebas dari penyakit pencernaan.

  2. Setelah bersih dilanjutkan dengan pengapuran. Pengapuran kandang perlu dilakukan untuk mengurangi bibit penyakit, salah satunya koksidia penyebab koksidiosis.

  3. Istirahat kandang minimal selama 2 minggu dihitung setelah kandang sudah dalam keadaan bersih dan didesinfeksi. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup bibit penyakit.

  4. Lakukan desinfeksi kandang kosong dengan Sporades atau Formades. Pada 3 hari sebelum chicks in, lakukan kembali penyemprotan kandang beserta peralatannya baik tempat ransum maupun tempat minum dengan menggunakan Medisep.

  5. Tolak ukur kualitas air minum meliputi fisik (jernih, tidak berwarna dan berbau), kimia (pH netral dan tidak bersifat sadah) dan biologi (bebas dari cemaran E. coli, Salmonella sp. atau mikroorganisme penyebab penyakit lainnya). Lakukan sanitasi air minum (Desinsep) jika sumber air positif tercemar E. coli serta bakteri lain. Jangan lupa juga untuk selalu menjaga kebersihan tempat minum dari kontaminasi seperti feses dan litter.

  6. Lakukan monitoring terhadap konsumsi ransum. Selain itu lakukan pembolak-balikan ransum secara periodik untuk meningkatkan nafsu makan.

  7. Perhatikan suhu, kelembaban, ventilasi, kepadatan kandang serta kualitas litter atau sekam terutama pada musim penghujan seperti sekarang ini. Dalam manajemen litter, lakukan pembolak-balikan litter untuk mencegah litter basah. Segera ganti litter yang basah dan menggumpal. Jika jumlah yang menggumpal sedikit, maka dapat dipilah dan dikeluarkan dari kandang.

  8. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan pencernaan dapat dilakukan pemberian multivitamin (Vita Stress) maupun produk herbal imunostimulan (Imustim) yang dapat meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh.

Herbal dalam Menjaga Saluran Pencernaan Ayam

Sejak zaman nenek moyang, tanaman herbal sudah dimanfaatkan sebagai ramuan kesehatan, baik untuk manusia maupun ternak. Tidak hanya digunakan sebagai suplemen, tanaman herbal juga berkhasiat untuk penyembuhan penyakit.

Untuk menghasilkan produk herbal yang berkualitas, dibutuhkan sumber tanaman herbal pilihan dan terstandarisasi yang diproses sesuai dengan cara pembuatan obat herbal yang baik (CPOHB). Selain itu juga, diperlukan pengujian klinis untuk membuktikan khasiat dari produk herbal tersebut.

Fithera mewakili herbal Medion yang dikembangkan secara khusus untuk membantu penyembuhan infeksi bakteri (CRD, Korisa dan Colibacillosis) dan koksidiosis pada unggas. Kelebihan lainnya, Fithera aman digunakan pada unggas dan tidak menghasilkan residu pada hasil ternak (daging dan telur).

Kandungan herbal pada produk Fithera terbukti bekerja sebagai antibakteri yaitu bekerja dengan cara membunuh sel bakteri melalui kontak dengan dinding sel sehingga terbentuk pori pada dinding sel bakteri. Hal tersebut mengakibatkan kematian pada sel bakteri. Tidak hanya itu, Fithera juga bekerja sebagai antiprotozoa pada fase aseksual Eimeria, yaitu dengan cara membentuk lapisan pada vili usus sehingga sporozoit terhalang menginfeksi sel usus dan menghambat proses multiplikasi (perbanyakan sel) Eimeria.

Sebagai cleaning program, Fithera dapat diberikan pada DOC setelah chick in dan/atau 7 hari sebelum umur serangan penyakit (Koksidiosis, Korisa, CRD, dan Colibacillosis) disesuaikan dengan sejarah umur serangan. Untuk pengobatan, Fithera sebaiknya diberikan 7 hari berturut-turut saat terinfeksi bakteri dan protozoa agar bekerja secara optimal.

Untuk memaksimalkan daya kerja Fithera, penggunaan nya jangan dicampurkan dengan desinfektan atau kaporit. Air yang mengandung desinfektan atau kaporit tetap harus diendapkan 6 jam terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mencampur obat, vitamin, serta Fithera.

Kasus gangguan pencernaan pada ayam bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya infeksi penyakit bakterial atau parasit. Oleh karena itu, tindakan manajemen kesehatan dan pemeliharaan juga sangat dibutuhkan untuk mengendalikan kasus gangguan agar tidak timbul kerugian yang lebih banyak.

Semoga bermanfaat. Salam.

Optimalkan Kesehatan Pencernaan Ayam

Produk Unggulan

x
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin