Seorang peternak ayam pedaging di Kota Padang sedang resah karena sudah beberapa periode produksi, ayam pedagingnya terserang penyakit Gumboro. Kali ini Gumboro menyerang ayamnya saat umur 24 hari, padahal vaksinasi Gumboro sudah dilakukan umur 10 hari. Si peternak dibuat pusing karena mencari penyebab berulangnya kasus. Evaluasi seluruh aspek manajemen, termasuk biosecurity serta istirahat kandang sudah dilakukan dengan baik, namun Gumboro masih saja menyerang. Apakah gerangan yang terjadi? Tindakan apa yang harus dilakukan peternak tersebut?

Update Serangan Gumboro

 

Bila kita menilik lagi kasus Gumboro di Indonesia saat ini, dapat dilihat pada data yang telah dirangkum oleh tim Technical Education and Consultation (TEC) Medion bahwa jumlah kejadian kasus Gumboro pada ayam pedaging cenderung meningkat signifikan dari tahun 2015 ke tahun 2016. Adanya peningkatan kasus penyakit Gumboro ini diyakini seiring dengan peningkatan populasi ayam di Indonesia sekitar 6% dari populasi tahun 2015 (Ditjen PKH, 2016). Sedangkan bila kita telusuri lagi jumlah kasus tiap bulan (dapat dilihat pada Grafik 2) kasus Gumboro cukup tinggi terjadi di peternakan ayam pedaging maupun petelur sejak awal tahun. Jumlah kasus kemudian menurun pada bulan Maret hingga Juli, namun meningkat lagi pada bulan Agustus. Setelah adanya penurunan di bulan September, peningkatan kasus terjadi lagi di bulan Oktober dan diperkirakan meningkat lagi di awal tahun 2017.

 

Bila kita tinjau dari sisi virusnya, tim Research and Development (R&D) Medion telah mengumpulkan dan mengamati strain virus Gumboro di lapangan. Isolat-isolat ini kemudian diteliti atau dianalisis dengan cara ekstraksi RNA, polymerase chain reaction (PCR) dan DNA sequencing. Hasilnya, 90% isolat lapang yang diteliti termasuk strain very virulent infectious bursal disease (vvIBD) yaitu virus Gumboro ganas yang menyebabkan outbreak tinggi dan menunjukkan gejala klinis.

Sedangkan dilihat dari pola serangannya, diketahui bahwa ayam umur 20-60 hari rentan terhadap serangan Gumboro. Keterangan ini diperkuat dengan data TEC Medion yang menyebutkan penyakit Gumboro pada ayam pedaging dan petelur paling sering menyerang umur 22-28 hari di urutan pertama dan urutan kedua diikuti umur 15-21 hari (Grafik 3 dan 4).

 

Data TEC Medion sepanjang tahun 2016 juga memperlihatkan bahwa penyakit CRD, colibacillosis, dan koksidiosis adalah penyakit yang paling sering muncul bersama Gumboro. Pada ayam pedaging, penyakit Gumboro sering berkomplikasi dengan koksidiosis, CRD ringan hingga CRD kompleks. Sedangkan di ayam petelur, ada CRD dan colibacillosis. Seperti yang kita ketahui bahwa Gumboro bersifat imunosupresi sehingga memberikan peluang besar infeksi sekunder menyerang ayam. Oleh karena itu, peternak perlu lebih berhati-hati terhadap serangan penyakit Gumboro.

Tentang Gumboro dan Pemicunya

Penyakit yang pertama kali ditemukan di Gumboro, Delaware, Amerika Serikat ini merupakan salah satu agen penyebab imunosupresi. Hal ini karena Gumboro menyerang organ bursa Fabricius yang termasuk ke dalam salah satu organ pembentuk kekebalan utama pada unggas. Letaknya berada di bagian atas lubang dubur (kloaka) ayam. Organ kekebalan ini mulai berkembang aktif pada umur 3-4 minggu dan mengalami pengecilan, lalu menghilang saat ayam berumur 16-18 minggu. Dapat dibayangkan jika virus sudah menyerang dan merusak organ bursa Fabricius sebelum umur 3 minggu, ayam akan mengalami penurunan daya tahan tubuh (imunosupresif) yang bersifat permanen. Apabila sudah demikian, berbagai macam penyakit akan dengan mudah menyerang.

Berdasarkan data dan pengalaman di lapangan, bisa disimpulkan bahwa ada beberapa faktor penyebab Gumboro masih sering mengincar di peternakan di antaranya:

  1. Pembersihan feses tidak optimal

    Penyebab masih menyebarnya virus Gumboro karena terkadang masih terjadi penyemprotan desinfektan tanpa dilakukan pembersihan kandang terlebih dahulu atau pembersihan tidak optimal (masih terdapat sisa litter/feses di sela-sela lantai kandang). Kondisi ini tentunya akan mengakibatkan kerja desinfektan tidak akan optimal, terutama pada penggunaan Antisep (oxidizing agent). Jenis desinfektan ini kerjanya dipengaruhi oleh materi organik (feses, darah, dan lendir). Sehingga virus masih menempel pada feses dan suatu saat bisa menginfeksi ayam lain yang sehat.

  2. Virus resisten dan tahan lama hidup di lingkungan

    Virus Gumboro memiliki struktur tidak beramplop, memiliki kelebihan yaitu lebih stabil hidup dalam rentang pH yang luas (pH 2-8) dan mampu bertahan hidup lebih dari 3 bulan di lingkungan, sehingga dikenal sebagai “virus yang sangat bandel”. Hal ini pula lah yang menyebabkan Gumboro sulit untuk ditangani.

  3. Waktu dan aplikasi vaksinasi tidak tepat

    Terlalu dekatnya jarak waktu kejadian penyakit dengan waktu vaksinasi (±7 hari) dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi karena antibodi hasil vaksin aktif paling cepat baru mencapai titer protektif pada ±14 hari post vaksinasi. Selain itu, vaksin Gumboro aktif yang diberikan ketika antibodi maternal masih tinggi dapat mengakibatkan virus vaksin akan dinetralkan oleh antibodi maternal. Sehingga vaksin yang diberikan tidak mampu memberikan perlindungan optimal.

    Kejadian di lapangan, aplikasi vaksinasi Gumboro masih dominan dilakukan melalui air minum. Meskipun praktis, aplikasi via air minum memiliki kekurangan yang berpeluang menyebabkan hasil vaksinasi tidak optimal karena tidak konsistennya dosis vaksin yang diterima ayam. Hal lain yang juga menjadi kendala saat vaksinasi air minum yaitu kualitas air yang kurang baik (mengandung logam berat, sadah, pH tidak netral, terkontaminasi bahan kimia seperti desinfektan/klorin) sehingga bisa merusak virus dalam vaksin.

  4. Istirahat kandang terlalu singkat

    Aspek mengenai masa istirahat kandang masih menjadi perdebatan karena secara teknis istirahat kandang sangat dibutuhkan untuk mengontrol dan memutus siklus hidup bibit penyakit. Namun, pertimbangan akan efisiensi waktu seringkali mendorong peternak untuk mengurangi lama masa istirahat kandang. Terkadang masa istirahat kandang dilakukan peternak lebih cepat, kurang dari 14 hari atau bahkan hanya 7 hari. Padahal kondisi ini tidak tepat karena akan menyebabkan bibit penyakit masih tetap berada di lingkungan peternakan, sehingga serangan penyakit pun akan selalu berulang.

Perjalanan Penyakit Gumboro

Virus Gumboro umumnya masuk ke dalam tubuh ayam secara per oral, yaitu melalui organ pencernaan yang dilewati air minum atau pakan yang terkontaminasi virus. Meskipun ada salah satu penelitian yang menjelaskan bahwa pintu masuk virus Gumboro bisa secara per-inhalasi yakni melalui organ pernapasan, namun infektivitas-nya (kemampuan menginfeksi) jauh lebih rendah dibandingkan dengan melalui organ pencernaan.

Dalam waktu yang relatif singkat (kurang lebih 5 jam pasca infeksi secara oral), virus dapat dideteksi pada sel-sel makrofag dan limfoid di jaringan caecum, usus halus (duodenum dan jejunum), dan hati. Dari hati, virus akan masuk ke aliran darah (viremia) dan mencapai organ target utama yaitu bursa Fabrisius untuk melakukan replikasi. Selanjutnya setelah bereplikasi di bursa, virus akan menyebar lagi dengan cepat melalui aliran darah menuju limpa untuk bersembunyi. Pada fase ini ayam akan mengalami depresi dan demam yang hebat diikuti dengan perdarahan pada beberapa organ tubuh lain seperti otot paha, otot dada, dan proventrikulus. Tingkat keparahan serangan pada organ tersebut selanjutnya tergantung pada strain dan keganasan virus yang menyerang, status kekebalan tubuh ayam, umur ayam saat terinfeksi, serta ada tidaknya faktor stres lain yang sedang menimpa ayam.

Isolat strain vvIBD yang lebih banyak ditemukan oleh tim R&D Medion serta umur serangan rata-rata di > 3 minggu ini didukung pula dengan gejala dan perubahan patologi anatomi yang terlihat jelas sehingga termasuk dalam penyakit Gumboro klinis. Untuk bentuk serangannya sendiri, penyakit Gumboro di lapangan umumnya menunjukkan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang khas. Gejala klinis yang sering muncul berupa diare putih, bulu kusam, gemetar dan ayam tampak lesu. Tingkat kematian pun bervariasi antara 20-30% pada ayam pedaging dan 30-40% pada ayam petelur.

 

Pada bedah bangkai lebih banyak ditemukan pembesaran dan peradangan pada bursa Fabrisius, kemudian diikuti dengan pembesaran limpa dan perdarahan garis di otot dada serta paha. Ditemukan pula peradangan pada perbatasan proventikulus dan ventrikulus. Juga terdapat pembengkakan ginjal disertai endapan asam urat (warna putih, red).

Bagaimana Pengendaliannya ?

Upaya mencegah kasus Gumboro yaitu dengan kombinasi antara manajemen optimal dan ketepatan vaksinasi. Oleh karena itu, beberapa tindakan yang dapat diterapkan agar Gumboro tidak mengincar lagi di farm kita antara lain:

1. Optimalkan masa persiapan kandang

Untuk mengeliminasi virus Gumboro sebelum menyerang ayam dapat dioptimalisasi pada masa persiapan kandang. Lakukan desinfeksi kandang dengan baik dan benar mulai dari penurunan litter dan pengeluaran feses dari farm. Virus Gumboro sangat peka terhadap desinfektan yang mengandung formalin (Formades dan Sporades) dan iodium (Neo Antisep dan Antisep). Tempat makan dan minum dicuci sampai bersih kemudian didesinfeksi dengan Neo Antisep atau Sporades. Sedangkan saat kosong kandang dapat menggunakan Formades untuk desinfeksi seluruh bangunan kandang setelah dibersihkan dan dicuci.

2. Kendalikan vektor Gumboro

Dalam pengendalian vektor Gumboro, pertama lakukan pemotongan rumput dan semak-semak yang tumbuh di lingkungan kandang secara teratur. Lakukan kontrol insekta (kutu Franky, kumbang hitam, dll.) yang menjadi vektor virus Gumboro secara periodik, terutama saat kontrol kandang. Saat kosong kandang bisa melakukan fogging kandang secara keseluruhan. Sedangkan saat ada ayam, ketika ditemukan kerumunan kutu Franky pada lokasi-lokasi tertentu, bisa disemprotkan Delatrin, insektisida berbentuk cair untuk membunuh kumbang hitam, kutu Franky, dan ektoparasit lainnya (kutu, tungau, caplak).

Perhatikan pula kecepatan angin, apabila angin di lingkungan kandang tenang (< 5 km/jam) insektisida bisa bekerja optimal di dalam kandang dan mengurangi penyebaran ke udara luar. Jangan lakukan penyemprotan saat hujan karena akan membilas insektisida yang disemprotkan. Lebih baik dilakukan menjelang matahari terbenam karena mayoritas serangga tersebut beraktivitas di malam hari (nokturnal).

3. Evaluasi program vaksinasi Gumboro

Dalam vaksinasi Gumboro, peternak juga setidaknya perlu mengevaluasi program vaksinasi yang selama ini dilakukan. Dalam penyusunan program vaksinasi Gumboro sejak awal pemeliharaan ada 3 hal yang harus kita perhatikan :

a) Level dan keseragaman antibodi maternal

Penentuan umur vaksinasi Gumboro bisa dibantu dengan mengukur antibodi maternal yang dimiliki anak ayam. Caranya dengan mengambil sampel darah (serum, red) dari kelompok anak ayam yang belum divaksin antara umur 1-4 hari, kemudian lakukan uji serologi (ELISA). Dari data titer antibodi maternal ini dapat dihitung perkiraan umur vaksinasi Gumboro dan pemilihan jenis vaksin. Pada kenyataannya monitoring antibodi maternal belum secara rutin dilakukan bahkan mungkin belum pernah sama sekali dilakukan. Kendala ini terjadi karena peternak belum paham manfaat dari monitoring antibodi maternal. MediLab (Medion Laboratorium) menyediakan jasa pengujian titer antibodi maternal Gumboro dengan metode ELISA, hasil uji tersebut akan dilengkapi dengan analisa untuk memperkirakan umur vaksinasi Gumboro pertama.

Apabila program vaksinasi Gumboro dilakukan saat antibodi maternal masih tinggi akan menyebabkan vaksin yang kita berikan tidak dapat bekerja optimal karena virus vaksin belum sampai di target organ bursa Fabrisius, tetapi sudah dinetralisir oleh antibodi maternal. Oleh karena itu, waktu pemberian vaksin Gumboro perlu diperhitungkan dengan baik. Jangan sampai vaksin diberikan sebelum waktunya atau justru setelah ayam kehilangan perlindungan dari antibodi maternal. Pada ayam pedaging, vaksinasi Gumboro cukup dilakukan 1 kali di antara umur 7-14, sedangkan pada ayam petelur program vaksinasi Gumboro minimal dilakukan 2 kali selama periode pemeliharaan. Vaksinasi pertama dapat dilakukan di umur 9-14 hari dan vaksinasi kedua diberikan 1-2 minggu setelah vaksinasi pertama.

b) Sejarah kasus Gumboro

Selain berdasarkan antibodi maternal, juga perlu melihat sejarah kasus Gumboro pada periode pemeliharaan sebelumnya. Sebagai contoh, serangan terjadi di umur 21 hari, maka vaksinasi Gumboro dapat dilakukan paling lambat 2 minggu sebelum umur serangan penyakit yaitu pada umur 7 hari. Pada kasus Gumboro yang muncul pada ayam umur < 21 hari dengan tingkat kematian tinggi (> 5%), vaksin jenis intermediate plus atau Medivac Gumboro A menjadi solusi yang tepat. Dengan Medivac Gumboro A akan terjadi pembentukan kekebalan lebih cepat dan optimal (titer protektif terbentuk kurang dari 2 minggu dan bertahan hingga 6 minggu post vaksinasi) sehingga ayam terlindungi lebih awal dari serangan Gumboro (grafik 5). Namun jika kasus Gumboro yang muncul pada ayam umur > 21 hari dengan tingkat kematian rendah (< 5%), maka dapat menggunakan vaksin jenis intermediate atau Medivac Gumboro B.

c) Ketepatan aplikasi vaksinasi

Aplikasi vaksinasi Gumboro juga mempunyai pengaruh besar dalam mendukung keberhasilan vaksinasi. Untuk mendapatkan hasil vaksinasi yang optimal, pastikan vaksinasi Gumboro diberikan dengan menggunakan metode cekok atau tetes mulut dan air minum. Aplikasi vaksinasi melalui metode cekok atau tetes mulut dapat diberikan pada umur < 7 hari, karena pada umur tersebut konsumsi air minum belum optimal, sedangkan jika melalui air minum dapat diberikan pada umur > 10 hari.

Aplikasi vaksinasi melalui tetes mulut atau air minum agar vaksin dapat menuju ke target organ yaitu bursa Fabrisius yang berada di ujung saluran pencernaan (kloaka, red). Apabila aplikasi melalui air minum, pastikan kualitas air bagus, namun jika kualitas air minum kurang bagus, tambahkan Medimilk 10g/5L atau Netrabil 5g/L air minum guna memperbaiki mutu air, sehingga dapat memperpanjang umur virus vaksin untuk menghasilkan kekebalan yang tinggi. Selain itu perhatikan rasio air minum yang diberikan sehingga ayam mendapatkan dosis vaksin yang seragam.

4. Multivitamin

Faktor cuaca dan praktek manajemen pemeliharaan yang kurang baik (tingginya amonia, perlakuan kasar, dll.) bisa memicu stres. Pada kondisi ini, ayam butuh multivitamin anti stres seperti Vita Stress atau Fortevit, karena kandungan vitamin C dan E dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mengatasi stres. Berikan pula Imustim 3 hari sebelum dan 3 hari sesudah vaksinasi sebagai imunostimulan guna membantu kerja organ kekebalan yang sudah terbentuk.

Penanganan Gumboro

Seperti yang kita ketahui, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit Gumboro. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengurangi angka kematian. Pada kasus Gumboro murni maupun tunggal dapat diberikan air gula 2-5% dan vitamin (Fortevit atau Vita Stress) untuk memberikan energi serta meningkatkan kondisi tubuh. Berikan Gumbonal 1g/L air minum selama 3-5 hari untuk mengurangi gejala kebengkakan ginjal.

Karena masih banyaknya kasus Gumboro diikuti dengan serangan infeksi sekunder seperti CRD, koksidiosis, colibacillosis, dll yang harus pertama ditangani tetap Gumboro kemudian infeksi sekunder. Jika serangan Gumboro menyebabkan kebengkakan ginjal, maka gunakan antibiotik selain golongan aminoglikosida dan sulfonamida seperti Neo Meditril, Proxan-S, atau Therapy.

Semua aspek dan tahapan pemeliharaan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan pencegahan Gumboro. Perpaduan antara kerja keras dengan manajemen tepat yang akan mengantarkan para peternak sukses berbudidaya ayam. Salam.


Info Medion Edisi Maret 2017

Jika Anda akan mengutip artikel ini, harap mencantumkan artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

Tetap Waspada Virus Gumboro
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin