Beberapa bulan menjelang hari raya Idul Adha peternak telah menyiapkan stok hewan kurban dan jumlahnya semakin banyak mendekati hari raya. Selama masa pemeliharaan tersebut tentu peternak akan memberikan perawatan yang terbaik. Kondisi pandemi COVID-19 tak menjadikannya alasan untuk menurunkan kualitas perawatan ternak. Perawatan tersebut meliputi pemberian pakan berkualitas, menjaga kesehatan ternak serta kebersihan kandang dan lingkungan agar pembeli puas saat memberikan hewan terbaik untuk ibadah.

Kondisi ternak sebagai hewan kurban haruslah sehat. Namun dari hasil pemeriksaan pasca penyembelihan tak jarang ditemukan cacing pada organ dalam terutama cacing hati. Cacingan seringkali diabaikan atau dianggap sepele karena resiko kematiannya relatif kecil. Namun kenyataannya penyakit cacingan termasuk juga cacing hati dapat menimbulkan kerugian ekonomi seperti penurunan berat badan, pertambahan bobot badan harian rendah, hati menjadi rusak, pengeluaran biaya pengobatan maupun kematian pada kondisi yang parah.

Penyakit cacing hati atau disebut juga fasciolosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola sp. yang hidup di dalam hati dan saluran empedu. Di Indonesia umumnya disebabkan oleh Fasciola gigantica yang berbentuk seperti daun. Cacing ini dapat menginfeksi ternak ruminansia seperti sapi, kambing, domba maupun kerbau. Pada sapi dan kerbau biasanya bersifat kronis atau proses penyakit berlangsung lama sedangkan domba dan kambing bersifat akut atau cepat. Pada ternak muda lebih rentan dibandingkan dengan ternak dewasa.

Lingkungan yang basah merupakan tempat yang cocok untuk perkembangan dan penularan cacing Fasciola sp. Karena dalam siklus hidupnya memerlukan siput air tawar Lymnaea rubiginosa sebagai inang perantara. Telur cacing yang keluar bersama feses akan berkembang menjadi mirasidium. Di dalam tubuh siput, mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Selanjutnya serkaria akan keluar dari tubuh siput untuk menemukan tempat yang cocok, serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Kista dapat berada dalam air maupun menempel pada tanaman. Selanjutnya, air dan tanaman yang mengandung kista ini akan menjadi media penularan bagi ternak sapi lainnya yang tidak sengaja menelan metaserkaria yang menepel pada rumput.

Gejala yang muncul dapat ringan maupun berat tergantung dari jumlah metaserkaria yang tertelan atau menginfeksi dan infektifitasnya. Bila metaserkaria yang tertelan dalam jumlah banyak maka akan menyebabkan gejala yang lebih parah serta tergantung stadium infestasi yaitu migrasi/ perpindahan cacing muda dan perkembangan cacing dewasa dalam saluran empedu.

Pada infeksi yang ringan bisa tidak muncul gejala klinis. Namun pada infeksi yang berat ternak akan mengalami lesu, lemah, nafsu makan menurun, anemia yang ditandai dengan konjungtiva atau kelompak mata bagian dalam pucat, diare, edema atau pembengkakan berisi cairan pada rahang bawah. Terkadang pada kasus akut juga muncul gejala nafas cepat, perut membesar dan merasa kesakitan.

Proses kerusakan jaringan mulai terjadi saat cacing muda menembus dinding usus namun kerusakan jaringan lebih parah ketika cacing berpindah ke dalam jaringan pada organ hati dan ketika berada dalam saluran empedu. Perkembangan cacing tersebut akan menyebabkan luka dan kematian jaringan.

Diagnosis penyakit cacing hati didasarkan pada gejala klinis dan diteguhkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel kotoran (feses) untuk mengidentifikasi adanya telur cacing atau dengan pemeriksaan pasca penyembelihan untuk mengidentifikasi cacing dewasa pada organ yang terserang.Jika ditemukan cacing pada organ hati, maka hati tersebut tidak layak konsumsi dan perlu diafkir. Namun dagingnya masih aman untuk dikonsumsi.


Tindakan pengendalian dan pencegahan yang bisa dilakukan adalah ternak sapi tidak digembalakan terlalu pagi karena pada waktu tersebut larva cacing dominan berada di permukaan rumput yang masih basah, Pemotongan rumput di atas permukaan air dan layukan terlebih dahulu. Lakukan penggembalaan secara bergilir. sanitasi kandang dan kebersihan lingkungan dengan tidak membiarkan kotoran sapi menumpuk, membasmi populasi inang antara perlu dilakukan dengan menjaga kelembapan dan sekitar kandang tidak basah, pemeriksaan kesehatan dan program pemberian obat cacing secara teratur. Contoh obat cacing yang digunakan untuk membasmi cacing hati yakni dengan Wormectin Plus, Wormectin Plus-B atau dapat juga dengan Wormzol-B. Pemberian obat cacing juga perlu diulang secara berkala setiap 2-3 bulan. Wormectin Plus dan Wormectin Plus-B merupakan anti parasit spektrul luas yang efektif membasmi parasit internal (cacing) dan eksternal (kutu, caplak, tungau).

Selain itu penting juga untuk memberikan multivitamin secara rutin setiap 2-3 bulan sekali yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh serta pemeriksaan telur dan larva cacing rutin 2-3 bulan sekali melalui uji feses. Medion telah memiliki laboratorium yang dapat melayani uji yaitu MediLab yang telah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

Waspada Cacing Hati pada Ternak
Tagged on:         
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin